Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jawa Tengah

Perspektif Hukum Pengibaran Bendera One Piece di Perayaan 17 Agustus, Begini Kata Dosen Unnes

Pasal 24 huruf a menegaskan setiap orang dilarang melakukan perbuatan bertujuan menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR
MURAL ONE PIECE - Seorang remaja di Kota Semarang melukis mural pada jalan di perkampungannya berupa lambang Jolly Roger (bendera bajak laut) topi jerami pada karakter animasi jepang One Piece, Minggu (3/8/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Pakar Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Ali Masyhar Mursyid menyoroti fenomena pengibaran bendera bajak laut topi jerami dari anime One Piece yang mulai marak pada HUT ke-80 Republik Indonesia.

Gambar tengkorak bertopi jerami simbol ikonik bajak laut fiksi dalam serial One Piece ini terlihat menghiasi beberapa sudut kampung, dinding mural, hingga berkibar dalam bentuk bendera di tiang.

Ini yang kemudian menggugah rasa ingin tahu sekaligus memantik perdebatan publik.

Baca juga: Bendera One Piece Berkibar di Depan Kantor Bupati Pati, Ada Apakah?

Baca juga: Kapal Bajak Laut Berbendera One Piece Ramaikan Karnaval HUT Kemerdekaan ke-80 RI di Karanganyar

Sebagian masyarakat menganggapnya sekadar ekspresi budaya pop yang tak berbahaya, namun sebagian lain menilai pengibaran simbol non negara di momentum sakral seperti Agustus sebagai bentuk pelecehan terhadap lambang negara.

Ali Masyhar Mursyid menegaskan bahwa pengibaran bendera fiksi atau simbol non negara seperti bendera bajak laut dari anime ini harus dilihat dari tiga aspek utama.

Konteks waktu, niat pelaku, dan intensitas peristiwanya.

“Kalau itu dilakukan di luar momentum kemerdekaan dan tidak masif, saya kira tidak masalah."

"Tetapi jika terjadi pada Agustus, saat masyarakat antusias mengibarkan Merah Putih, muncul simbol lain, ini bisa dianggap merendahkan,” jelasnya kepada Tribunjateng.com, Minggu (3/8/2025).

Ali merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lagu Kebangsaan. 

Dalam Pasal 24 huruf a ditegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan bendera negara.

Dari kacamata hukum pidana, yang paling menentukan adalah mens rea—niat atau sikap batin pelaku. 

“Kalau maksudnya menyandingkan, melemahkan, atau menyaingi simbol negara, itu bisa masuk dalam pelanggaran hukum."

"Bahkan bisa dijerat Pasal 66 UU Nomor 24 Tahun 2009, dengan ancaman pidana,” jelasnya.

Antara Mural dan Bendera

Perbedaan penting juga ditegaskan antara mural (lukisan dinding) dan bendera.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved