Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sidang Korupsi Mbak Ita

Alwin Suami Mbak Ita Umbar Kebiasaan Puasa Senin Kamis Saat Bacakan Pembelaan di Depan Hakim

Tangisan menyelimuti ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu sore

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
Tribunjateng/Iwan Arifianto
SEMPAT MENANGIS - Terdakwa kasus korupsi dan suap di lingkungan Pemerintah Kota Semarang Alwin Basri menangis saat membacakan nota pembelaan dalam sidang pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Rabu (6/8/2025) siang.  

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Tangisan menyelimuti ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu sore (6/8/2025), saat terdakwa kasus korupsi dan suap di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, Alwin Basri, membacakan nota pembelaannya.

Dalam sidang pledoi tersebut, Alwin tak kuasa menahan air mata.

Ia tampak menangis setidaknya dua kali ketika menyebut putra semata wayangnya, Farras Razin Pradana, yang hadir langsung di ruang sidang untuk memberikan dukungan moral.

Tangisan kedua pecah ketika Alwin mengungkapkan keluh kesahnya terkait tiga dakwaan yang menjeratnya dalam kasus dugaan suap dan korupsi.

Ia menyebut bahwa beban hukum yang dihadapinya sangat berat, terlebih karena menyangkut nama baik keluarganya.

Dalam pledoi yang dibacakan, Alwin memberi judul "Representasi Rakyat Bukan Representasi Wali Kota".

"Saya dihadapkan oleh tiga dakwaan sekaligus," papar Alwin saat membacakan pledoinya.

"Mengapa saya beri judul demikian, karena saya de facto telah dihadapkan di persidangan ini karena asumsi persepsi, anggapan, dan opini bahwa Alwin Basri adalah representasi dari wali kota Semarang," bebernya.

Sementara soal dakwaan, Alwin mengungkapkan,  pertemuannya dengan Martono dan Rachmat Utama Djangkar tidak lepas dari posisinya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah.

"Sebagai anggota dewan saya dituntut dekat dengan berbagai pihak termasuk Martono dan Rachmat Utama Djangkar yang meminta dikenalkan ke pejabat pemerintah kota Semarang," bebernya.

Dakwaan ketiga soal iuran kebersamaan, Alwin menyebut justru kepala Bapenda Semarang Indriyasari yang menemuinya terlebih dahulu lalu memberikan sejumlah uang kepada dirinya.

"Indriyasari bilang ini uang sah. Dia sekarang malah seolah tak tersentuh hukum masih bebas mana-mana," tuturnya.

Pada penghujung pembacaan pledoi, Alwin meminta majelis hakim memutuskan hukuman seadil-adilnya.

Alasannya, dia adalah orang yang sederhana.

"Seperti yang sudah dikatakan oleh saksi Sri Haryanto dan  Suroso saya adalah orang sederhana suka puasa Senin dan Kamis," ujarnya.

Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Hevearita Gunaryati Rahayu dituntut selama 6 tahun penjara denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Sementara Terdakwa dua Alwin Basri dituntut 8 tahun penjara denda Rp500 juta subsider kurungan penjara selama 6 bulan

Ita dan Alwin didakwa  melakukan pengaturan proyek penunjukan langsung (PL) pada tingkat kecamatan 2023.  

Alwin diduga menerima uang suap sebesar Rp2 miliar dari ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang Martono.

Dakwaan berikutnya berupa pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang pada 2023, kedua terdakwa diduga keduanya diduga menerima uang sebesar Rp1,7 miliar.

Uang tersebut berasal dari Direktur Utama PT Deka Sari, Rachmat Utama Djangkar.

Martono dan Djangkar ikut pula dicocok oleh KPK dengan persidangan yang dilakukan terpisah.

Selain itu, jaksa merincikan pula terkait uang yang diterima oleh kedua terdakwa dari Kepala Bapenda Kota Semarang Indriyasari sebesar Rp1 miliar yang sudah dikembalikan oleh para terdakwa ke saksi dalam bentuk dolar Singapura.

Uang yang dikembalikan dari para terdakwa bersumber dari Iuran Kebersamaan yakni penyisihan uang dari pegawai Bapenda yang mendapatkan bonus upah pungut pajak setiap tiga bulan sekali.

Kedua terdakwa melanggar Pasal  Pasal 12 huruf a Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua, para terdakwa melanggar pidana yang diatur dalam Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan ketiga, para terdakwa melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf f Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved