Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Nasib Mbah Endang Klaten Terancam Penjara 4 Tahun Gegara Hak Siar Sepakbola di Tangan Polda Jateng

Mbah Endang (78), warga Klaten Jawa Tengah seharusnya menikmati masa tuanya di rumah. Namun belakangan ini, hidupnya terusik dengan surat somasi

|
Editor: galih permadi

"Saya curiga, kok kayak cari-cari kesalahan,” ucapnya.

Meski hatinya kesal, Endang tetap berusaha tenang. 

Dia menyerahkan sepenuhnya proses mediasi kepada anak dan menantunya. 

“Saya ini nenek-nenek."

"Kesal iya, tapi ya harus berani."

"Insya Allah tidak apa-apa,” katanya.

Bagi Endang, kasus ini terasa janggal.

Dia merasa acara keluarga diperlakukan seolah-olah sama dengan bisnis nonton bareng berbayar. 

“Kalau memang ada bukti kami jual tiket, silakan."

"Tapi ini cuma kumpul keluarga."

"Rasanya berat sekali kalau dipaksa bayar segitu,” imbuhnya.

Kini, kasus Endang menjadi salah satu contoh bagaimana regulasi hak cipta siaran pertandingan masih menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat kecil.

Bagi Endang, yang awalnya hanya ingin mengisi kebersamaan keluarga, perjalanan ke Polda Jateng terasa seperti drama yang tak pernah dia bayangkan. 

Merasa Dijebak

Erick Fahlepi (36) yang sebelumnya bernama Joko (samaran), pemilik sebuah warung kopi di Solo, Jawa Tengah, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jateng setelah diduga menayangkan pertandingan Liga Inggris tanpa izin resmi. 

Ironisnya, dari acara nonton bareng (nobar) yang digelar awal 2024 itu, Erick hanya memperoleh keuntungan bersih Rp 21 ribu.

Kasus tersebut mencuat usai vidio.com selaku pemegang hak siar eksklusif Liga Inggris di Indonesia melalui Indonesia Entertainment Group (IEG) melaporkan Erick atas dugaan pelanggaran hak siar.

Dari pernyataannya, usai melakukan mediasi Erick diminta membayar ganti rugi minimal Rp80 juta hingga Rp115,5 juta.

Baca juga: Tak Gelar Nobar Liga Inggris, Bar di Solo Baru Disomasi dan Didenda Rp 231 Juta

Baca juga: Nasib Apes Nenek Endang Warga Klaten, Diminta Bayar Rp115 Juta Karena Langgar Hak Siar Liga Inggris

“Dari nobar yang saya adakan, omsetnya Rp 70 ribu, untung bersih cuma Rp21 ribu,” kata Erick saat ditemui usai menjalani mediasi di Ditreskrimsus Polda Jateng, Senin (25/8/2025).

Pernah Bayar Lisensi

Erick menegaskan dirinya bukan kali pertama berurusan dengan hak siar. Pada 2019, ia sempat mendapat teguran atau sosialisasi dahulu sebelum ke dirinya berurusan dengan hukum.

Namun hal tersebut telah diluruskan pasalnya tempat usahanya sudah berlangganan, melalui sponsorhip.

Sejak saat itu, ia berusaha patuh dengan membayar lisensi resmi. Tahun 2020, ia mengurus izin lewat sponsor. 

Tahun 2021, ia membayar lisensi per pertandingan Rp 500 ribu. Pada 2022, ia bahkan membeli paket resmi UMKM dengan biaya Rp12 juta semusim.

Namun pada awal 2024, saat mengajukan perpanjangan, ia mengaku tidak kunjung menerima invoice dari penyelenggara. 

Sambil menunggu, Erick tetap menggelar nobar. Pada 29 April 2024, ia mendapat somasi dari kuasa hukum IEG.

“Saat itu saya sudah proses perpanjangan, tapi belum dapat invoice. Anehnya saya menerima somasi tanggal 29 April, tapi pada surat tersebut itu tertulis pertanggal 17 April,” ujarnya.

“Pada waktu 27 April itu saya nobar, ada orang datang untuk foto-foto, seolah-olah saya ini dijebak. 17 April somasi diturunkan, saya tidak tahu kemudian di tanggal 27 April saya mengadakan nobar, dan 29 April saya baru menerima surat itu," tuturnya.

Digelar dengan Tiket Rp10 Ribu

Erick menyebut, nobar yang menjadi dasar laporan hanya dihadiri tujuh orang dengan tiket masuk Rp10 ribu yang sudah termasuk satu minuman.

Total pendapatan malam itu Rp70 ribu.

Dari hasil itu, setelah dipotong biaya operasional, Erick hanya mengantongi Rp21 ribu.

Namun, ia justru ditagih ganti rugi puluhan juta rupiah.

“Saya coba protes sama pihak vidio.com, kemudian dari pihak sana meminta untuk komunikasi dengan lawyer.

Oke saya hubungi kalau mau diurus bayar Rp25juta sama denda Rp25 juta. Jadi totalnya Rp50juta,”

“Saya menolak karena nilainya dibandingkan pendapatan itu jauh. Waktu mediasi muncul angka Rp80 juta sampai Rp115,5 juta. Saya kaget karena usaha saya kecil, bukan kafe besar,” jelasnya.

Menurutnya denda dari biaya lisensi yang diminta pemegang hak siar terlalu tinggi dan tidak sebanding dengan kemampuan usaha kecil.

“Teman-teman UMKM ini terancam dipidanakan, dipenjara, dituntut, bahkan diperas. Menurut saya, ayolah, kalau mau cari rezeki, carilah dengan cara yang baik, halal, dan fair,” ujarnya.

Ia mengaku sempat berbincang dengan beberapa pemilik warung kopi dan kafe kecil yang terjerat kasus serupa karena tak sengaja menyetel siaran bola, karena itu mereka berniat mengurus lisensi resmi, agar tak berurusan dengan hukum.

Namun biaya yang diminta dinilai di luar jangkauan. 

“Ada warung kopi pemiliknya ibu-ibu tua yang ga sengaja menyetel siaran bola. Terus difoto dan kena denda Rp115juta. Warung saya kalau saya jual pun ga dapat segitu,” ujarnya.

Menurutnya, praktik semacam ini merugikan UMKM dan justru membunuh semangat usaha kecil yang sedang bertumbuh. 

Dia berharap pemerintah ikut hadir mencari solusi agar regulasi hak siar tidak memberatkan.

“Kalau kita mau berbisnis, ya dengan cara yang fair, jangan begini caranya. Pemerintah juga harus sadar, nobar itu bukan sekadar hiburan, tapi juga edukasi. Anak-anak bisa belajar bagaimana permainan sepak bola yang baik dan benar dari tontonan itu,” tambahnya.

Selain sepak bola, pelaku UMKM juga mengaku kebingungan karena siaran olahraga lain seperti voli juga mulai diawasi ketat terkait hak siar. 

“Kita ini cuma mau cari hiburan kok jadi susah banget,” katanya.

6 Kasus di Jawa Tengah Masih Diproses

Sementara itu, kuasa hukum Indonesia Entertainment Group (IEG), Ebenezer Ginting dari Ginting & Associates Law Office menegaskan bahwa konten Liga Inggris hanya boleh ditayangkan secara pribadi di rumah. 

Jika digunakan di ruang usaha kafe, bar, atau tempat komersial lain diperlukan lisensi khusus.

“Klien kami adalah pemegang lisensi eksklusif Liga Inggris."

"Artinya, masyarakat boleh menikmati di rumah secara privat."

"Tapi kalau dipakai sebagai ikon usaha seperti nonton bareng atau diputar di zona komersial, itu melanggar."

"Ada lisensi khusus yang harus dibayarkan,” kata Ebenezer.

Dia menambahkan, pelanggaran hak cipta tidak bergantung pada ada-tidaknya tiket.

“Terlepas ada ticketing atau tidak, selama memutar Liga Inggris di zona komersial, unsur sengaja maupun tidak, itu sudah melanggar undang-undang,” tegasnya.

Menurut catatan IEG, saat ini ada sekira 100 laporan polisi (LP) terkait pelanggaran hak siar di berbagai daerah Indonesia. 

Di Jawa Tengah, jumlahnya sekira 10 kasus.

Sebagian sudah selesai lewat jalur mediasi.

Sementara lima hingga enam kasus lain masih berproses.

“Pelaku usahanya macam-macam."

"Ada UMKM, ada juga menengah ke atas."

"Kopi shop, bar, dan lainnya."

"Jadi bukan hanya usaha kecil yang kena, semua lapisan bisa,” jelas Ebenezer.

Pihak IEG, kata Ebenezer, tetap mengedepankan edukasi dan sosialisasi. 

Namun bila pelanggaran terus terjadi, langkah hukum tetap ditempuh. 

“Semangat kami bukan hanya penindakan, tapi juga anti pembajakan."

"Kalau tidak ada yang membeli lisensi, masyarakat Indonesia bisa-bisa tidak bisa lagi menonton Liga Inggris,” ujarnya.

Kasus yang menimpa Endang menjadi salah satu yang menarik perhatian publik, karena tayangan bola diputar saat acara halalbihalal keluarga tanpa penjualan tiket. 

Meski begitu, Ebenezer menegaskan hukum hak cipta tetap berlaku di ruang usaha.

“Ini jadi pembelajaran bahwa ada value bisnis di balik hak siar yang harus dihargai,” pungkasnya.

(Kompas.com/Rez)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved