TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR) RI, Amien Rais, bersama dengan 23 orang lainnya mengajukan permohonan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Ahmad Yani, kuasa hukum Amien Rais dan kawan-kawan pemohon uji materi, mengatakan upaya pengujian materi itu dilakukan karena Perppu itu dinilai membatasi kewenangan DPR dalam memberikan persetujuan APBN.
• Jual Mobil yang Akan Ditarik Leasing, Eep Ditembak Pembeli, Jasadnya Dibuang Ke Sungai Citarum
• Hasil Rapid Test, 18 Peserta Ijtima Jamaah Tabligh Gowa Asal Karanganyar Positif Corona
• Jokowi Mudik ke Solo atau Tidak Tahun Ini? Berikut Kata Gibran
• Cerita Menhub Budi Karya Tak Sadarkan Diri 14 Hari Saat Dirawat karena Virus Corona
• Ini 4 Prinsip yang Dilanggar Sitti Hikmawatty hingga Dipecat dari Komisioner KPAI
Khususnya berkenaan dengan defisit anggaran menjadi terbatas pada batas minimum 3% PDB.
Adapun, batasan defisit anggaran tersebut diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 Pasal 2 ayat (1) huruf a.
Adanya batas minimum tersebut, bertentangan dengan Pasal 23 ayat (2) dan (3) UUD 1945, yang menghendaki APBN harus disetujui DPR RI, dengan berbagai pertimbangan.
"Persetujuan DPR ini teramat penting karena mencerminkan kedaulatan rakyat. Itulah sebabnya, jika DPR tak menyetujui Rancangan UU APBN, maka Pemerintah tidak punya pilihan selain menggunakan UU APBN tahun sebelumnya,” kata Ahmad Yani, di ruang sidang pleno MK, Selasa (28/4/2020).
Namun, kata dia, Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1,2, dan 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2020,menihilkan arti penting persetujuan DPR.
Hal ini, karena pengaturan yang demikian membuka peluang pemerintah memperlebar jarak antara jumlah Belanja dan Pendapatan sampai dengan tahun 2022.
Atau setidak-tidaknya, DPR tidak bisa menggunakan fungsi persetujuan secara leluasa, melainkan dipatok batas minimal 3% PBD, tanpa ada batas maksimal presentasi PDB.
Selain itu, pengaturan batas minimal defisit tanpa menentukan batas maksimal, dianggap seperti memberi cek kosong.
"Sama saja dengan memberikan ‘cek kosong’ bagi pemerintah melakukan akrobat dalam penyusunan APBN setidaknya sampai dengan tiga tahun ke depan atau Tahun Anggaran 2022,” tuturnya.
Menurut dia, hal ini berpotensi disalahgunakan Pemerintah untuk memperbesar rasio pinjaman negara, khususnya pinjaman yang berasal dari luar negeri.
Sehingga, dibukanya batasan jumlah defisit menjadi tanpa batas, pemerintah bisa memperbesar jumlah rasio pinjaman selama ini.
Selain itu membatasi kewenangan DPR, dia melanjutkan, materi Perppu Covid-19 itu, dianggap tak memiliki urgensi dan alasan hukum.