Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sidang Korupsi Mbak Ita

Kisah Tragis Mbak Ita: 2 Tahun Jadi Wali Kota Semarang Berujung 5 Tahun di Penjara Karena Korupsi

Duduk di kursi Wali Kota Semarang hanya dua tahun, tetapi hukuman penjara Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita ternyata jauh lebih lama.

Penulis: Raf | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG/Rezanda Akbar
SELESAI SIDANG - Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan Suaminya, Alwin Basri saat usai sidang vonis kasus korupsi/TRIBUNJATENG/REZANDA AKBAR D. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Duduk di kursi Wali Kota Semarang hanya dua tahun, tetapi hukuman penjara yang diterima Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita ternyata jauh lebih lama.

Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu divonis lima tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (27/8/2025).

Padahal secara resmi Mbak Ita hanya duduk di kursi Wali Kota Semarang sejak dilantik 30 Januari 2023 dan berakhir pada 19 Februari 2025.

Baca juga: Lanjut Usia, Alasan Hakim Tipikor Semarang Tidak Cabut Hak Politik Mbak Ita Meski Divonis 5 Tahun

Mbak Ita dilantik menjadi Wali Kota Semarang, setelah sebelumnya Hendrar Prihadi yang dilantik menjadi Kepala LKPP RI.

Sedangkan suaminya, Alwin Basri, yang juga mantan anggota DPRD Jateng, dijatuhi hukuman lebih berat yakni tujuh tahun penjara.

Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi dalam sidang.

Keduanya dinilai terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan jaksa KPK.

Hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar denda masing-masing Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan. 

Selain itu, Mbak Ita diwajibkan membayar uang pengganti Rp683,2 juta, sedangkan Alwin Basri Rp4 miliar. 

Jika tak mampu membayar, harta mereka akan disita dan dilelang, atau diganti hukuman penjara.

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK yang menuntut 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta bagi Mbak Ita serta 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta bagi Alwin Basri.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai ada sejumlah hal yang meringankan. 

Antara lain, kedua terdakwa bersikap kooperatif, mengakui perbuatan, mengembalikan sebagian gratifikasi, serta belum pernah dihukum. 

Mbak Ita juga dinilai berjasa memajukan Kota Semarang selama menjabat wali kota, sementara Alwin Basri dianggap memiliki prestasi di bidang legislatif.

Selama proses persidangan, majelis hakim telah memeriksa 62 saksi, tujuh saksi meringankan, dan tiga ahli. 

Jaksa KPK juga menyerahkan 484 barang bukti untuk menguatkan dakwaan.

Cap: SIDANG - Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita, dan Suaminya, Alwin Basri usai sidang vonis kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (27/8/2025)/TRIBUNJATENG.COM/REZANDA AKBAR D.
 
Cap: SIDANG - Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita, dan Suaminya, Alwin Basri usai sidang vonis kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (27/8/2025)/TRIBUNJATENG.COM/REZANDA AKBAR D.   (TRIBUNJATENG.COM/REZANDA AKBAR D.)

Pikir-pikir Ajukan Banding

Kuasa hukum mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya, Alwin Basri, menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang.

Sikap itu disampaikan Erna Ratnaningsih selaku penasihat hukum terdakwa usai majelis hakim menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap Mbak Ita dan 7 tahun penjara terhadap Alwin Basri dalam kasus korupsi, Rabu (27/8/2025).

“Kami menghormati putusan hakim. Namun kami memiliki waktu tujuh hari untuk mempelajari isi putusan,” katanya.

”Ada beberapa hal yang menurut kami tidak sesuai dengan fakta persidangan, sehingga masih akan dipertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak,” sambung Erna.

Menurutnya, majelis hakim lebih banyak merujuk pada dakwaan dan tuntutan jaksa. 

Sementara, sejumlah pertimbangan dan keterangan ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum dinilai belum sepenuhnya dipakai dalam pertimbangan putusan.

Erna mencontohkan keterangan ahli hukum pidana yang menjelaskan adanya perbedaan mendasar antara tindak pidana suap dan gratifikasi. 

Menurut ahli, suap bersifat aktif dan melibatkan kesepahaman antara pemberi dan penerima (meeting of mind), sementara gratifikasi bersifat pasif dengan nilai yang relatif kecil.

“Dalam perkara ini, baik suap maupun gratifikasi sama-sama dinyatakan terbukti, padahal sifatnya berbeda. Hal-hal seperti ini tentu masih akan kami kaji,” imbuhnya.

Hak Politik Aman

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang memutuskan untuk tidak mencabut hak politik eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, dan suaminya, Alwin Basri, dalam perkara korupsi di lingkungan Pemkot Semarang.

Keputusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (27/8/2025).

“Terdakwa Hevearita Gunaryanti Rahayu sudah berusia 59 tahun dan terdakwa Alwin Basri berusia 61 tahun. Keduanya termasuk lanjut usia,” ujar Gatot.

Baca juga: Sopan Hingga Punya Keluarga, Ini 6 Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Vonis Lebih Ringan ke Mbak Ita

Hakim menyebut permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk menduduki jabatan publik selama dua tahun tidak perlu dipenuhi.

“Mendasarkan pada rasa keadilan, tidak perlu dilakukan pencabutan terhadap hak untuk dipilih dalam jabatan publik sebagaimana tuntutan penuntut umum," katanya.

"Majelis berkeyakinan para terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya, dan perkara ini menjadi pembelajaran bagi mereka,” sambung Gatot. 

Jaksa KPK Selidiki Indriyasari?

Dua terdakwa kasus korupsi dan suap di lingkungan Pemerintah Kota Semarang Hevearita Gunaryati Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri menuntut Jaksa Penuntut Umum KPK untuk ikut menangkap Indriyasari karena perannya memberikan suap.

Mbak Ita dan Alwin dalam fakta persidangan terungkap menerima uang bersumber dari Iuran Kebersamaan sebesar Rp1,8 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi maupun untuk event perlombaan Pemkot Semarang seperti Lomba Nasi Goreng Khas Mbak Ita.

Menanggapi hal itu, Jaksa KPK Amir Nurdianto mengungkap, masih bakal menyelesaikan kasus Mbak Ita dan Alwin terlebih dahulu sebelum menelisik lebih jauh keterlibatan Indriyasari. 

Pihaknya juga tidak hanya mendengar klaim sepihak kemudian menetapkan orang sebagai tersangka. 

"Kami pelajari dulu, lalu kami koordinasikan dengan penyidiknya dan kami laporkan pimpinan apakah perkara ini akan dikembangkan ke perkara yang lainnya," jelasnya.

Dalam berkas replik yang dibacakan Amir di persidangan rentang waktu bulan tahun 2022 sampai dengan Januari 2024 kedua terdakwa telah menerima sebesar uang sebesar Rp1.883.200.000.

Perinciannya, Kepala Bapenda Semarang Indriyasari menemui Ita sebanyak empat kali dan memberi uang masing-masing sebesar Rp300.000.000 atau Rp1,2 miliar.

Selain itu, ada penerimaan uang oleh Ita pada bulan Januari 2024 sebesar Rp300 juta dan penerimaan uang sebesar Rp222 juta yang digunakan untuk kegiatan lomba masak nasi goreng khas Mbak Ita.

Selanjutnya ada penerimaan uang sebesar Rp161 juta untuk kegiatan Semarak Simpanglima, Harmoni Keluarga Kita dan Gebyar Pemuda Kita Hebat atau untuk kepentingan Ita  untuk menaikkan elektabilitasnya jelas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Baca juga: Wajah Tegang Alwin Basri Saat Hakim Tipikor Semarang Bacakan Vonis, Mbak Ita Cuma Menunduk

Terkait permintaan iuran kebersamaan dari Alwin, jaksa mengungkap Indriyasari dan bawahannya tak kuasa menolak karena Alwin adalah suami dari Ita. 

Permintaan Alwin kepada Indriyasari menunjukkan sudah ada niat jahat atau mens rea untuk memperoleh uang dari iuran kebersamaan. 

"Jadi pembelaan dari Mbak Ita, Alwin dan kuasa hukumnya harus ditolak dan dikesampingkan," kata Jaksa KPK Amir. (Iwn/Rad)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved