Demo Ricuh di Semarang
Analisis Sosiolog Unika Soegijapranata: Fenomena Anak-Anak Terlibat dalam Aksi Unjuk Rasa
Sosiolog Soegijapranata Catholic University (SCU), Hermawan Pancasiwi, menyebut keterlibatan anak-anak dalam aksi unjuk rasa memprihatinkan.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Sosiolog Soegijapranata Catholic University (SCU), Hermawan Pancasiwi, menyebut keterlibatan anak-anak dalam aksi unjuk rasa yang berujung rusuh di berbagai daerah Indonesia sebagai fenomena baru yang memprihatinkan.
Dia menilai ada pola terencana dalam mobilisasi massa, di mana anak-anak di bawah umur sengaja dijadikan bagian dari kerumunan untuk kepentingan kelompok tertentu.
“Terus terang ini mengagetkan sekaligus memprihatinkan. Bupati Kediri dalam konferensi pers misalnya menjelaskan bahwa dia kaget, karena kebanyakan mereka yang demo dan merusak itu anak-anak usia SMP dan juga perempuan,” ujar Hermawan saat dihubungi Tribunjateng, Rabu (3/9/2025).
Baca juga: Polda Jateng Tangkap 1.747 Pendemo, Ternyata 1.058 di Antaranya Anak-anak
"Kalau di Solo, anak-anak yang ditangkap itu rata-rata juga bukan warga setempat,” tambahnya.
Hermawan mengungkapkan, pola mobilisasi massa kali ini berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya.
Banyak kerumunan justru berasal dari luar daerah tempat aksi digelar.
“Jangan kaget kalau mereka sampai jam dua atau jam empat pagi masih bertahan di jalan, karena memang bukan orang setempat," tuturnya.
"Mereka didatangkan dari luar. Yang dipilih pun anak-anak muda, bahkan di bawah umur, karena dibayar lebih murah daripada orang dewasa,” tambahnya.
Ia mencontohkan, dalam aksi di Solo, polisi sempat meminta para peserta demo menunjukkan asal mereka.
Lebih dari 90 persen mengaku bukan warga Solo.
“Ada yang dari Sragen, ada yang dari Yogyakarta, dan sebagainya. Itu artinya memang ada desain untuk mendatangkan orang dari luar agar lebih berani, karena tidak dikenal oleh masyarakat sekitar,” kata Hermawan.

Dua Kejahatan Dalam Desain yang Rapi
Menurut Hermawan, melibatkan anak-anak dalam aksi rusuh merupakan bentuk kejahatan ganda.
“Pertama, mereka menciptakan kerusakan dan kegaduhan. Kedua, mereka menyesatkan anak-anak. Itu yang membuatnya sangat jahat dan tidak masuk akal,” ujarnya.
Ia menuturkan, ada perbedaan signifikan dengan peristiwa 1998 yang pernah ia alami langsung saat menjadi mahasiswa pascasarjana di Universitas Indonesia.
Polda Jateng Tangkap 1.747 Pendemo, Ternyata 1.058 di Antaranya Anak-anak |
![]() |
---|
Ironi Demo Anarkis di Semarang: Pelaku Termuda Berusia 13 Tahun, Polisi Selidiki Aktor Penggerak |
![]() |
---|
63 Pelajar Yang Ditangkap Akhirnya Dibebaskan Polrestabes Semarang, Setelah Kericuhan Demonstrasi |
![]() |
---|
Laporan Salah Tangkap Terus Bermunculan, Tim Advokasi Desak Polda Jateng Buka Akses Hukum |
![]() |
---|
Aksi Demo di Semarang Tak Terkendali, Pos Polisi Simpang Lima Semarang Dirusak Massa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.