Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Demo Ricuh di Semarang

Analisis Sosiolog Unika Soegijapranata: Fenomena Anak-Anak Terlibat dalam Aksi Unjuk Rasa

Sosiolog Soegijapranata Catholic University (SCU), Hermawan Pancasiwi, menyebut keterlibatan anak-anak dalam aksi unjuk rasa memprihatinkan.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: raka f pujangga
TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR D.
DIGELANDANG - Para Anak-anak yang diperkirakan berusia di bawah 18 tahun melakukan aksi pelemparan batu di depan Mapolda Jateng diamankan oleh para petugas. 

“Kalau dulu jelas, yang turun mahasiswa dan orang-orang yang tahu betul apa yang mereka lakukan,” katanya.

Hermawan menjelaskan secara sosiologis, anak-anak mudah terlibat karena faktor iming-iming dan sifat kerumunan. 

“Secara literasi politik, anak usia 13 atau SMP itu belum paham benar soal ketidakadilan atau janji politik. Tapi mereka gampang tergoda uang atau ajakan teman. Di kerumunan, mereka merasa anonim, tanggung jawab dibagi rata, sehingga lebih berani dan nekat,” ujarnya.

Kerumunan itu, kata dia, awalnya hanya ekspresif. Namun berubah menjadi acting crowd atau kerumunan bertindak setelah ada pemicu. 

“Trigger paling kuat belakangan adalah ketika Affan sopir ojol yang terlindas mobil taktis. Itu jadi alasan anak-anak di berbagai tempat untuk bergerak, meskipun mereka sebenarnya tidak tahu konteks penuh,” katanya.

Menurut Hermawan, aksi unjuk rasa kali ini tidak bisa dilepaskan dari peran pihak-pihak yang mendesain dengan rapi. 

“Orang sehebat apapun sulit untuk memetakan kelompok apa saja yang bermain. Analisis para pakar pun berbeda-beda," ujarnya.

Hal itu menurutnya, menunjukkan bahwa perancang unjuk rasa ini cukup berhasil menciptakan sesuatu yang tidak berbentuk jelas.

“Misal adaa orang berjaket naik motor teriak ‘bakar’, lalu hilang. Anak-anak kemudian terdorong emosinya, untuk melakukan hal serupa,” ungkapnya.

Ia menambahkan, salah satu alasan mengapa anak-anak dijadikan pelaku adalah karena mereka dilindungi undang-undang. 

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak PBB dan menetapkan usia anak 18 tahun. 

“Ketika yang ditahan berusia 13, 14, atau 15 tahun, maka prosesnya masuk peradilan anak. Apakah dikembalikan ke orang tua, dijadikan anak negara, atau lainnya, itu keputusan hukum anak. Karena itulah aktor-aktor merasa lebih aman melibatkan mereka,” ujarnya.

Pesan untuk Orang Tua

Hermawan mengingatkan masyarakat, terutama orang tua, untuk lebih waspada. 

“Saya berharap bapak-ibu menjaga anak-anaknya, khususnya yang masih di bawah 18 tahun. Tolong ceritakan kerugian dan bahaya dari peristiwa ini,” pintanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved