Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jawa Tengah

Inilah Kisah Rina, Sosok Pustakawan Rangkap Pendamping 23 Anak Inklusi di Sekolah Ungaran Semarang

Inilah cerita ketulusan, kesabaran, dan dedikasi seorang pustakawan yang menjadi guru atau pendamping kelas inklusi di Ungaran Semarang.

Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV PRADANA
MENGAJAR INKLUSI - Rina Puspitasari, pustakawan SD Negeri Susukan 04, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang mengajar penjumlahan di kelas inklusi pada Senin (15/9/2025). Ruang kelas yang digunakan merupakan eks rumah dinas penjaga sekolah, berukuran sempit dan hanya beralaskan karpet karena keterbatasan sarana dan prasarana. 

TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN – Siang itu, Senin (15/9/2025), suasana di SD Negeri Susukan 04, Jalan Kolonel Sugiono Nomor 7, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, tampak ramai seperti biasa. 

Anak-anak berseragam adat khas daerah, bercampur canda tawa di halaman sekolah. 

Namun di pojokan sekolah, di sebuah ruangan kecil berukuran 4x5 meter, cerita berbeda tengah berlangsung.

Baca juga: USM Kenalkan Implementasi Irigasi Tetes Melon Hidroponik Berbasis IoT di SMKN H Moenadi Ungaran

Cerita itu tentang ketulusan, kesabaran, dan dedikasi seorang pustakawan yang menjadi guru atau pendamping kelas inklusi.

Ruangan itu adalah bekas rumah dinas penjaga sekolah, yang ruang tamunya kini difungsikan sebagai kelas inklusi untuk 23 anak berkebutuhan khusus

Tidak ada bangku dan meja formal. 

Anak-anak duduk lesehan, beralaskan karpet, menulis di meja rendah sambil mendengarkan arahan dari sang guru yang sedang dengan semangat mengajarkan penjumlahan sederhana.

Sang guru itu adalah Rina Puspitasari, seorang pustakawan sekolah yang sejak setahun lalu harus merangkap sebagai pendamping kelas inklusi karena tidak adanya tenaga pengajar khusus.

"Karena ini amanah dan kewajiban, saya jalani dengan belajar otodidak." 

"Sebelumnya guru-guru kelas reguler kesulitan jika semua anak digabung."

"Jika ada anak berkebutuhan khusus yang tantrum, maka satu kelas kurang kondusif."

"Maka harus ada pendamping khusus dan saya yang mengampu dibantu guru lain,” kata Rina, warga Pringsari, Kecamatan Pringapus tersebut.

Setiap harinya, pihak sekolah harus membagi kelas menjadi dua sesi karena ruang tidak mencukupi. 

Kelas 1-3 di pagi hari, dan kelas 4-6 di sesi berikutnya. 

Baca juga: Kantor Kelurahan Jadi Gudang Dadakan, Warga Borong Beras SPHP Murah di Bandarjo Ungaran Rp58 Ribu

Tantangan itu dijalaninya tanpa mengeluh.

Bagi dia, hal tersebut bukan kesulitan, melainkan kewajiban sebagai pendidik dan sebagai ibu.

"Saya perlakukan mereka seperti satu keluarga dan saya anggap mereka semua saudara, termasuk dengan orangtuanya."

"Mereka sudah nyaman," imbuh Rina.

Plt Kepala SD Negeri Susukan 04, Agus Wijayanto menyebut, keterbatasan itu sebagai dilema.

"Sebenarnya Bu Rina pustakawan dan bukan guru khusus, tapi karena tidak ada tenaga lain, beliau bersedia." 

"Ruang juga terbatas, namun kami ingin tetap memberikan pelayanan maksimal," ujar Agus.

Dia berharap, pihak pemerintah bisa memerhatikan kondisi di sekolahnya.

Menurut dia, kondisi idealnya yaitu adanya dua tenaga pendidik khusus dan juga sarana prasarana yang memadai.

Sementara itu, suara harapan datang dari orangtua siswa. 

Istiqomah (42), ibu dari satu di antara murid inklusi, menyebut anaknya menunjukkan kemajuan sejak bergabung di kelas ini.

"Anak saya dulu pendiam, sekarang sudah berani menyapa." 

"Harapan saya, anak saya bisa mengejar cita-citanya seperti anak-anak lain," ungkap dia haru. (*)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved