Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pati

Konflik Adat Vs Perdes Baru: Warga Pati Turun ke Jalan Protes Haul Mbah Panggeng Bareng Bersih Desa

Sejumlah warga Desa Asempapan, Kecamatan Trangkil, Pati, berunjuk rasa di balai desa setempat, Kamis (6/11/2025).

TribunJateng.com/Mazka Hauzan Naufal 
DEMO DI ASEMPAPAN - Sejumlah warga Desa Asempapan, Kecamatan Trangkil, Pati, berunjuk rasa di balai desa setempat, Kamis (6/11/2025). Warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Asempapan Bersatu ini membawa tuntutan soal Perdes tentang Haul Mbah Panggeng, transparansi keuangan desa, hingga limbah pabrik gula. 

Baginya alasan itu tidak masuk akal.

“Tuntutannya, kami sebagai rakyat Asempapan meminta Perdes dihapus, dan masalah haul jangan dibarengkan sama bersih desa, harus beda,” tegas dia.

Bayu juga menilai ada kejanggalan dalam penggunaan dana desa untuk pembangunan. Dia memberi contoh, ada dugaan mark up anggaran dalam pembangunan fondasi. Maka, warga menuntut Pemdes agar lebih transparan.

Selanjutnya, Bayu juga meminta Pemdes berkomunikasi dengan PG Trangkil terkait limbah yang merugikan petani.

“Limbah PG Trangkil berupa cairan, merugikan pihak kelompok tani tambak, soalnya ikan pada mati, dan pada waktu musim kemarau kan untuk garam, garamnya tidak dapat diproduksi. Ini sangat mengganggu dan merugikan petani tambak,” kata dia.

Bayu juga menyayangkan adanya pesan WhatsApp dari salah satu Ketua RT yang mengimbau warga agar tidak ikut demo. Dengan ancaman tidak akan mendapat bantuan sosial (bansos) jika tetap nekat ikut unjuk rasa.

Menemui pengunjuk rasa secara langsung, Kepala Desa Asempapan, Sukarno, langsung memberikan tanggapan atas tuntutan dan protes warga.

Terkait Haul Mbah Panggeng, dia menjelaskan bahwa Perdes yang disahkan bukanlah produk abal-abal, melainkan hasil kesepakatan para tokoh masyarakat dan unsur pemerintahan desa melalui musyawarah.

“Kami sudah menghadirkan semua, termasuk kelompok makam dan tokoh masyarakat. Hasil kesepakatan bersama, memutuskan acara haul yang tepatnya di bulan Bakda Mulud (Rabiul Akhir), dialihkan di bulan Apit (Dzulqa’dah),” jelas Sukarno.

Dengan adanya Perdes yang merupakan hasil kesepakatan bersama itu, menurut Sukarno, tentu tidak sesuai aturan jika ada yang menggelar acara haul pada Bakda Mulud, bukannya pada bulan Apit.

“Kalau satu acara dibuat kegiatan oleh dua kubu, apakah membuat suasana kondusif akhirnya?” tanya dia retoris.

Terkait tuntutan untuk menghapuskan Perdes tersebut, dia menjelaskan bahwa tidak bisa memutuskannya secara pribadi. 

Sebab, sebagai wakil masyarakat, Kades hanya bisa memfasilitasi untuk kembali mengadakan musyawarah desa demi mengkaji ulang Perdes tersebut.

“Kalau memang mau mengubah, silakan, nanti kami fasilitasi,” ucap dia.

Tidak Transparan

Mengenai tudingan tidak transparan dalam pelaksanaan pembangunan, Sukarno menegaskan bahwa pihaknya sudah menjalankan aturan yang berlaku di pemerintahan.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved