Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Readers Note

Strategi Adaptasi Saat Bekerja Tidak Sesuai Bidang Pendidikan

Di Jawa Tengah, menurut laporan Kompas Regional (2 Mei 2025), masih ada sekitar 1.100 anak yang putus sekolah.

Editor: iswidodo
Tribunjateng/dok pribadi
Mahasiswa Magister Psikologi UNIKA Gregorius Andrea Mustikaningrat 

Instansi pemerintah menerapkan batasan usia pelamar. Dalam penerimaan PNS, usia maksimal adalah 35 tahun. Sementara pada rekrutmen PA PK TNI (Perwira Prajurit Karier), batas usia untuk lulusan S1 yang dulunya 30 tahun, kini justru dipangkas menjadi 28 tahun sejak 2024.

Aturan dan Harapan

Perubahan batas usia ini menimbulkan banyak keluhan. Banyak lulusan S1 yang selama bertahun-tahun mempersiapkan diri harus menelan kecewa karena “hanya kalah umur”.
Dari berita Tribun Makassar (26 Oktober 2025) dan Solopos (2025), terungkap banyak pelamar yang merasa aturan baru ini terlalu ketat dan tidak memberi waktu adaptasi.

“Saya sudah siap fisik, siap mental, tapi waktu pengumuman keluar, umur saya 29. Langsung gugur sebelum sempat berjuang,” ujar salah satu calon peserta yang gagal. Di Kaskus Forum (2025), bahkan muncul thread panjang berisi curahan hati para sarjana yang gagal masuk TNI hanya karena lewat satu–dua hari, bulan bahkan tahun dari batas usia.

Padahal semangat mereka untuk mengabdi kepada negara tidak pernah padam. Akhirnya, banyak yang harus “banting stir”. Ada yang jadi pegawai kontrak, pekerja harian, bahkan buruh lepas. Mereka bekerja bukan karena menyerah, tapi karena hidup harus terus berjalan.

Pendidikan dan Kenyataan

Masalahnya tidak berhenti di sana. Data Damarinfo.com (2025) sekitar 36,36 persen menunjukkan bahwa banyak pekerja di Indonesia bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Artinya, meskipun seseorang telah kuliah dan mengeluarkan biaya besar, peluang bekerja di bidang yang sesuai masih rendah.

Fenomena ini memunculkan masalah baru: mismatch antara keahlian dan pekerjaan. Banyak sarjana yang akhirnya bekerja di sektor informal atau di bidang yang jauh dari kompetensi akademiknya. Akibatnya, motivasi kerja sering kali menurun, dan potensi intelektual tidak termanfaatkan dengan optimal.

Di sisi lain, masih banyak anak muda yang gagal melanjutkan kuliah karena tidak lolos beasiswa Bidikmisi atau KIP Kuliah, padahal memiliki motivasi tinggi. Mereka akhirnya menjadi pekerja serabutan di usia produktif—usia yang seharusnya digunakan untuk berkembang dan belajar.

Konsep Diri

Dari sudut pandang psikologi, kondisi ini berpengaruh terhadap konsep diri dan self-efficacy seseorang. Mereka yang merasa pendidikannya tidak berdampak pada karier cenderung kehilangan rasa percaya diri, bahkan memandang dirinya “kurang berharga” dibanding yang berhasil bekerja sesuai gelar.

Namun, teori Self-Determination (Deci & Ryan, 1985) menjelaskan bahwa motivasi sejati tidak hanya muncul dari penghargaan eksternal seperti gaji atau status, tetapi juga dari kebutuhan untuk merasa kompeten dan memiliki kendali atas hidup sendiri (autonomy). Dengan demikian, individu yang tetap berusaha beradaptasi meskipun pekerjaannya tidak sesuai bidang studi menunjukkan kekuatan psikologis yang luar biasa.

Psikologi dalam Kegigihan

Dalam psikologi, fenomena perjuangan menghadapi kegagalan dan keterbatasan dapat dijelaskan melalui dua teori penting. Yaitu pertama Teori Coping (Lazarus & Folkman, 1984), yang menjelaskan bagaimana seseorang menghadapi tekanan hidup. Ada yang memilih menghadapi masalah dengan tindakan nyata (problem-focused coping), dan ada yang menenangkan diri untuk menjaga kesehatan mental (emotion-focused coping). Dalam konteks anak muda Indonesia, kedua bentuk coping ini sering muncul bersamaan. Mereka mencari pekerjaan alternatif sambil menenangkan diri agar tidak kehilangan semangat.

Kedua, teori Motivasi Self-Determination (Deci & Ryan, 1985), yang menekankan bahwa semangat sejati datang dari motivasi intrinsik, bukan dari tekanan luar seperti uang, jabatan, atau seragam. Anak muda yang tetap berjuang walaupun gagal mendapatkan pekerjaan impian adalah contoh nyata individu dengan motivasi intrinsik yang kuat.

Secara psikologis, kegigihan seperti ini menunjukkan adanya resilience—kemampuan untuk bangkit dari tekanan dan mengubah kegagalan menjadi pengalaman pembelajaran. Mereka tidak hanya menerima kenyataan, tetapi juga menyesuaikan diri dengan arah baru dalam hidupnya.

Jangan Tenggelam

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved