Readers Note
Membangun Sekolah Bahagia dan Aman bagi Siswa
Konsep sekolah bahagia bukan berarti sekolah yang penuh tawa tanpa aturan. Sekolah bahagia adalah tempat di mana guru dan siswa sama-sama
Membangun Sekolah Bahagia dan Aman bagi Siswa
Oleh Indah Haryanti Nur Purnama, SPsi
Mahasiswa Magister Psikologi Unika Soegijapranata Semarang
SUASANA belajar masih terasa kaku dan searah. Guru berdiri di depan kelas, menjelaskan materi panjang lebar, sementara siswa duduk diam mendengarkan, kadang mencatat, kadang hanya memandangi papan tulis.
Refleksi setelah pembelajaran nyaris tidak ada. Siswa tidak ditanya bagaimana perasaannya belajar hari itu, tidak diajak berpikir mengapa suatu konsep penting dipelajari. Soal-soal ujian pun masih didominasi pilihan ganda yang hanya mengukur hafalan, bukan cara berpikir.
Akibatnya, anak-anak terbiasa berpikir instan, belajar untuk ujian, bukan untuk memahami.
Padahal, sekolah seharusnya menjadi ruang yang hidup, tempat di mana anak merasa aman, diterima, dan bahagia dalam belajar. Sekolah bahagia bukan hanya impian, tetapi kebutuhan mendasar agar proses pendidikan benar-benar menumbuhkan manusia seutuhnya.
Konsep sekolah bahagia bukan berarti sekolah yang penuh tawa tanpa aturan. Sekolah bahagia adalah tempat di mana guru dan siswa sama-sama menikmati proses belajar, saling menghargai, dan menemukan makna di setiap kegiatan.
Penelitian dari Harvard Graduate School of Education (2020) menunjukkan bahwa siswa yang merasa bahagia di sekolah memiliki motivasi belajar 30 persen lebih tinggi dan kemampuan berpikir kritis yang lebih baik.
Di Indonesia, survei Pusat Asesmen dan Pembelajaran Kemendikbudristek (2023) mengungkap bahwa lebih dari 60 % siswa SD–SMP merasa jenuh dengan metode belajar yang monoton didominasi ceramah dan latihan soal yang kaku. Ini menjadi sinyal kuat bahwa pendidikan kita masih terlalu menekankan kognisi, tetapi kurang memberi ruang bagi rasa, refleksi, dan pengalaman bermakna.
Solusinya bukan sekadar mengganti kurikulum, tetapi mengubah cara pandang kita terhadap belajar. Kurikulum mendalam (deep learning curriculum) menekankan pada bernalar berkesadaran dan pembelajaran yang membahagiakan. Anak tidak hanya diajarkan apa yang harus dihafal, tetapi mengapa sesuatu penting dipelajari, dan bagaimana hal itu berguna bagi kehidupan.
Guru perlu menumbuhkan critical thinking (berpikir kritis) dan problem solving (pemecahan masalah), bukan sekadar menuntut jawaban cepat. Siswa perlu dilatih untuk menikmati proses menemukan jawaban, bukan sekadar menunggu hasil.
Misalnya, ketika membahas pelajaran IPA tentang lingkungan, guru dapat mengajak siswa mengamati sampah di sekitar sekolah, berdiskusi dampaknya, lalu merancang solusi kreatif seperti membuat kompos atau bank sampah mini. Melalui kegiatan seperti ini, anak belajar berpikir kritis, bekerja sama, dan peduli, semua itu dilakukan den
Penumbuh Makna
Dalam pendidikan yang membahagiakan, guru bukan hanya pemberi materi, melainkan penumbuh makna. Tugas guru adalah menyalakan rasa ingin tahu, bukan memadamkannya dengan ceramah panjang. Guru perlu hadir sebagai fasilitator yang memberi ruang bagi refleksi, dialog, dan keberanian berpikir berbeda.
Beberapa langkah sederhana bisa dimulai. Mulai kelas dengan refleksi singkat. Tanyakan, “Apa hal menarik yang kamu pelajari minggu ini?” Gunakan pertanyaan terbuka. Ganti “apa jawabannya?” dengan “mengapa kamu berpikir begitu?”. Apresiasi proses, bukan hanya hasil. Pujilah usaha dan keberanian mencoba, bukan sekadar nilai tinggi.
Berikan ruang eksplorasi. Biarkan siswa bereksperimen dan belajar dari kesalahan.
Dengan begitu, guru melatih anak untuk berpikir, berproses, dan menikmati perjalanan belajarnya. Anak tidak lagi takut salah, melainkan berani mencoba.
Pembelajaran Membekas
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/Indah-Haryanti-Nur.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.