Readers Note
Kenapa Tidak Membantu Korban Tapi Diam Melihat Saja
Meskipun ada banyak orang di sekitar yang mampu memberikannya bantuan. Namun, efek pengamat mungkin juga sering kita temui
Kenapa Tidak Membantu Korban Tapi Diam Melihat Saja
Oleh Dhiya' Almirra Azzahra | Mahasiswi Magister Psikologi Unika Soegijapranata
PENELITIAN dalam psikologi sosial menunjukkan bahwa orang lebih banyak membantu orang lain ketika mereka sendirian daripada ketika ada orang di sekitar mereka. Bystander Effect atau efek pengamat ini telah mengakar dalam tradisi penelitian yang telah berlangsung lama sejak karya klasik Darley dan Latané (1968).
Ada banyak contoh berita tentang korban kejahatan atau kecelakaan yang tidak mendapatkan bantuan. Meskipun ada banyak orang di sekitar yang mampu memberikannya bantuan. Namun, efek pengamat mungkin juga sering kita temui dalam aspek lain kehidupan kita sehari-hari. Misalnya, jika seseorang menjatuhkan koin atau pensil, orang cenderung tidak membantu orang tersebut mengambilnya ketika ada banyak orang di sekitar mereka (Latané & Dabbs, 1975).
Fenomena Bystander Effect sangat relevan dengan situasi sosial pada saat ini, terutama pada kasus yang terjadi di sekitar kita seperti kecelakaan, kekesaran, atau perundungan yang disaksikan banyak orang tetapi sedikit dari mereka yang menolong, hanya melihat dan merekam dengan ponsel mereka.
Salah satu kasus di media sosial, video seorang remaja yang menjadi korban kekerasan di depan banyak orang. Kamera ponsel merekam kejadian, tetapi hanya segelintir yang benar-benar bertindak menolong korban.
Ada juga mahasiswi di Bali, pada Oktober 2025, diduga mengakhiri hidupnya setelah mengalami tekanan sosial. Mahasiswi berada di masa remaja yang masih mencari jati diri, dan organisasi seperti BEM bisa dianggap sebagai wadah kekuasaan, bukan wadah pengabdian, yang berpotensi memicu tindakan perundungan.
Jangan Diam
Maraknya perundungan di lingkungan pendidikan mencerminkan kegagalan dalam membentuk nilai-nilai kemanusiaan dan karakter yang baik. Kasus di atas menjadi contoh nyata dari fenomena efek bystander, di mana orang-orang di sekitar mungkin melihat tanda-tanda kesulitan seseorang, namun memilih untuk tidak bertindak atau berbicara. Sebuah refleksi mendalam menekankan betapa pentingnya untuk tidak diam saat melihat ketidakadilan atau penderitaan orang lain.
Banyak orang diam karena takut dihakimi oleh orang lain atau khawatir kalau ikut membela akan jadi sasaran serangan. Ada juga yang merasa ejekan itu sudah biasa dalam kelompok mereka, jadi tidak peduli. Kasus ini menunjukkan bahwa efek penonton tidak hanya terjadi pada tindakan kekerasan fisik, tapi juga pada perundungan psikologis dan siber. Di dalam kelompok, tidak ada yang berani langsung menyampaikan kecamannya kepada pelaku ejekan, padahal hal itu mungkin bisa menghentikan penyebaran rasa benci.
Seorang siswi SMP di Musi Muratara menjadi korban pemukulan dan penendangan yang direkam dalam video viral selama tiga menit. Pelaku melakukan aksi kekerasan terhadap korban. Dalam kejadian ini, banyak teman korban hadir, namun mereka hanya memperhatikan dan merekam adegan tersebut tanpa mencoba menghentikan, melerai, atau segera melaporkan ke guru.
Tidak ada laporan yang menunjukkan adanya upaya untuk mengambil tindakan. Kejadian ini merupakan contoh yang jelas dari efek bystander, di mana individu dalam kelompok merasa bahwa situasi tersebut "tak memerlukan campur tangan" atau merasa bahwa orang lain akan bertindak. Hal ini mencerminkan fenomena pluralistic ignorance dan difusi tanggung jawab, di mana setiap orang di kerumunan menilai bahwa tindakan tidak diperlukan karena orang lain yang akan bertindak.
Kasus lainnya seorang pengendara motor mengalami kecelakaan dan tergeletak di tengah jalan bersimbah darah. Puluhan orang sibuk mengeluarkan ponsel dan merekamnya daripada mencoba menolong dengan menelepon polisi atau ambulans, sehingga golden time hilang dan korban terlambat ditolong.
Fenomena ini mempertanyakan naluri kemanusiaan kita seolah hilang, dan peneliti mengungkap sisi kemanusiaan perilaku manusia di tengah keramaian. Kebanyakan orang tidak sengaja menjadi tidak peduli. Mereka seringkali ragu, takut salah langkah, atau menunggu tanda dari orang lain.
Dalam konteks budaya Indonesia yang menjunjung harmoni sosial dan menghindari konflik, kecenderungan untuk “tidak ikut campur” bisa jadi lebih kuat. Kita sering mendengar kalimat seperti, “Jangan urus urusan orang lain,” atau “Takut disalahkan kalau bantu.” Nilai-nilai ini bisa memperkuat bystander effect, membuat kita memilih aman daripada benar.
Bystander Effect
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/DHIYA-ALMIRRA-AZZAHRA-jangan-diam.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.