Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

TPPO

Pakar Hukum Soroti Keputusan PN Pemalang Bebaskan Tedakwa Kasus TPPO: Hakim Gagal!

Sejumlah pakar hukum menyoroti keputusan Pengadilan Negeri Pemalang membebaskan terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Andri Wijanarko

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
CAPT FOTO / LBH SEMARANG
SIDANG EKSAMINASI - Sejumlah pakar hukum melakukan sidang eksaminasi publik untuk merinci putusan Pengadilan Negeri Pemalang yang membebaskan terdakwa kasus TPPO, Andi Wijanarko di Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang, Rabu (22/10/2025). Para pakar menyebut keputusan itu sebagai bentuk kegagalan hakim mewujudkan keadilan kepada para korban TPPO. 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG -  Sejumlah pakar hukum menyebut keputusan Pengadilan Negeri Pemalang membebaskan terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Andri Wijanarko sebagai kegagalan dalam menegakkan keadilan.

Pernyataan itu disampaikan oleh para pakar hukum dalam kegiatan eksaminasi publik atas Putusan Nomor 71/Pid.Sus/2025/PN Pml pada Pengadilan Negeri Pemalang di Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang, Rabu (22/10/2025).

"Eksaminasi ini secara khusus membedah dan memberikan catatan kritis  berkaitan dengan putusan tersebut. Secara umum untuk memberikan gambaran kepada publik betapa mengerikan dan menyedihkanya proses dalam mengais keadilan bagi para korban TPPO," ucap Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bantu Sesama, Naufal Sebastian yang menjadi moderator dalam diskusi tersebut kepada Tribun, Sabtu (25/10/2025).

Terdakwa Andi Wijanarko merupakan  Direktur PT. Klasik Jaya Samudera (PT KJS) di Kabupaten Pemalang yang merupakan perusahaan penyalur tenaga kerja awak kapal perikanan (AKP) ke kapal berbendera asing di antaranya kapal dari China.

Dalam kasus ini, Andi Wijanarko didakwa kasus TPPO karena hendak  memberangkatkan 58 calon AKP yang didominasi warga dari  Bitung,  Manado dan daerah lainnya di Provinsi Sulawesi Utara dan beberapa diantaranya berasal dari Kepulauan Maluku Utara.

Kasus ini mulanya ditangani oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tetapi kasusnya diambil alih oleh Polda Jateng pada Mei 2024.

Selepas kasus ditangani polisi, berkas kasus diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk disidangkan.

Pada kamis 21 Agustus 2025, sidang putusan dilakukan yang langsung dipimpin oleh  Ketua Majelis Hakim Hasrawati Yunus sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Pemalang. Majelis Hakim memutuskan terdakwa Andri Wijanarko bebas dari segala dakwaan.

Selepas keputusan itu, sejumlah pakar hukum melakukan eksaminasi publik dengan Majelis Eksaminator diantaranya Benediktus Danang Setianto, S.H., LL.M., MIL., Ph.D. (Dosen Unika), Dr. Marcella Elwina Simandjuntak, S.H., CN.M.Hum (Dosen Unika), Dr. iur. Asmin Fransiska, S.H., L.L.M. (Dosen Atma Jaya), Dr. Muhammad Junaidi, S.Hi., M.H. (Dosen USM) dan Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A (Dosen Binus University).

Menurut Naufal, pokok paling penting dalam eksaminasi tersebut adalah pengabaian hak asasi manusia serta pengabaian tugas hakim sebagai wakil tuhan di dunia untuk menggali hukum demi penegakan keadilan.

Rincian temuan dari majelis eksaminasi berupa adanya kelemahan mendasar dalam putusan tersebut yakni pemahaman sempit tentang eksploitasi, Majelis Hakim memaknai eksploitasi hanya sebagai kekerasan fisik atau kerja paksa secara langsung, mengabaikan unsur penipuan, penyalahgunaan posisi rentan, dan eksploitasi waktu yang dialami 58 korban selama 3–7 bulan di penampungan.

Majelis Hakim keliru dan mengabaikan prinsip bahwa persetujuan awal korban menjadi tidak relevan jika diperoleh melalui penipuan atau penyalahgunaan kerentanan, sebagaimana diatur dalam Protokol Palermo dan UU No. 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO.

Kedua, putusan ini merupakan pembiaran terhadap pelanggaran HAM berat, seperti perbudakan modern, yang melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Majelis eksaminator menilai, hakim telah gagal mempertimbangkan kerentanan korban, seperti kemiskinan dan rendahnya pendidikan, yang dieksploitasi oleh PT KJS.

Ketiga, lemahnya dakwaan JPU  yang berfokus pada maladministrasi ketimbang eksploitasi, serta kegagalan hakim dalam menggali fakta material.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved