TPPO
Pakar Hukum Soroti Keputusan PN Pemalang Bebaskan Tedakwa Kasus TPPO: Hakim Gagal!
Sejumlah pakar hukum menyoroti keputusan Pengadilan Negeri Pemalang membebaskan terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Andri Wijanarko
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
Hakim juga menolak kesaksian ahli dan bukti pemalsuan dokumen tanpa alasan yang sah, melanggar prinsip peradilan yang adil.
Keempat, PT KJS tidak memiliki kebijakan HAM Human Rights Due Diligence (HRDD) dan Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (UNGPs), penilaian risiko TPPO, atau mekanisme pengaduan yang memadai yang tidak digali pendalaman oleh Majelis Hakim pada fakta persidangan.
Kelima, penahanan dokumen identitas, pemalsuan dokumen, dan jeratan hutang merupakan indikator kuat TPPO yang diabaikan oleh Majelis Hakim.
Keenam, dualisme perizinan antara Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dari Kementerian Perhubungan dan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) dari Kementerian Ketenagakerjaan. PT KJS memiliki SIUPPAK (No. 262.21/2023), namun tidak memiliki SIP3MI, yang seharusnya menjadi acuan berdasarkan UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 127/PUU-XXI/2023.
Dualisme ini menciptakan celah hukum yang memungkinkan perusahaan PT KJS beroperasi tanpa pengawasan ketat terhadap standar perlindungan pekerja migran.
"Atas temuan-temuan itu, hakim dan jaksa cenderung normatif dan menafsirkan unsur eksploitasi secara sempit terbatas pada eksploitasi fisik. Tanpa mempertimbangkan proses tipu muslihat dan kerentanan korban," bebernya.
Rekomendasi Majelis Eksaminator
Majelis Eksaminator menilai putusan tersebut mengabaikan hak-hak korban. Jaksa juga gagal menegakkan keadilan substantif. Sementara Majelis Hakim yang memutus perkara a quo sehingga menciptakan ketidakpastian hukum yang mempermudah pelanggaran.
Kelima Majelis Eksaminasi memberikan rekomendasi berupa Mahkamah Agung harus mengoreksi dan membatalkan Putusan Nomor 71/Pid.Sus/2025/PN Pml karena hakim salah menerapkan definisi eksploitasi, mengabaikan bukti pemalsuan dokumen, dan tidak mempertimbangkan Nasib para korban.
PT KJS harus dimintai pertanggungjawaban pidana korporasi, dengan pencabutan izin usaha dan sanksi terhadap direktur serta pihak ketiga yang terlibat dalam pemalsuan dokumen.
Peradilan harus beralih dari paradigma legal-formal ke keadilan substantif yang berpihak pada korban, dengan pengawasan etik hakim oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Pemerintah harus menghapus dualisme SIUPPAK dan SIP3MI, menegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan berwenang penuh atas penempatan pekerja migran, sesuai UU No. 18/2017.
Naufal menambahkan, hasil eksaminasi akan diserahkan kepada jaksa sebagai upaya advokasi dan mendukung jaksa dalam melakukan kasasi atas putusan tersebut.
"Rekomendasi ini juga akan dikirimkan kepada Mahkamah Agung agar Hakim Agung sebagai ammicus curiae," tandasnya. (Iwn)
| KA Purwojaya Gambir-Kroya Anjlok di Stasiun Kedunggedeh Bekasi |
|
|---|
| Polisi Tangkap 3 Pria Mabuk yang Obrak-abrik Warung Rica-Rica di Jakenan Pati |
|
|---|
| Kolaborasi Pemprov Jateng dan Jatim Perkuat Kerja Sama Ekonomi |
|
|---|
| "Kaca Pecah Saya Terlempar Keluar" Kesaksian Korban Kecelakaan Maut Bus FKK Semarang di Tol Pemalang |
|
|---|
| Tingkatkan Tata Kelola Pemerintahan, Kanwil Kemenham Jateng Gelar Sosialisasi Kearsipan di DIY |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.