Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

TPPO

Pakar Hukum Soroti Keputusan PN Pemalang Bebaskan Tedakwa Kasus TPPO: Hakim Gagal!

Sejumlah pakar hukum menyoroti keputusan Pengadilan Negeri Pemalang membebaskan terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Andri Wijanarko

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
CAPT FOTO / LBH SEMARANG
SIDANG EKSAMINASI - Sejumlah pakar hukum melakukan sidang eksaminasi publik untuk merinci putusan Pengadilan Negeri Pemalang yang membebaskan terdakwa kasus TPPO, Andi Wijanarko di Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang, Rabu (22/10/2025). Para pakar menyebut keputusan itu sebagai bentuk kegagalan hakim mewujudkan keadilan kepada para korban TPPO. 

Hakim juga menolak kesaksian ahli dan bukti pemalsuan dokumen tanpa alasan yang sah, melanggar prinsip peradilan yang adil.

Keempat, PT KJS tidak memiliki kebijakan HAM Human Rights Due Diligence (HRDD) dan Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (UNGPs), penilaian risiko TPPO, atau mekanisme pengaduan yang memadai yang tidak digali pendalaman oleh Majelis Hakim pada fakta persidangan.

Kelima, penahanan dokumen identitas, pemalsuan dokumen, dan jeratan hutang merupakan indikator kuat TPPO yang diabaikan oleh Majelis Hakim.

Keenam,  dualisme perizinan antara Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dari Kementerian Perhubungan dan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) dari Kementerian Ketenagakerjaan. PT KJS memiliki SIUPPAK (No. 262.21/2023), namun tidak memiliki SIP3MI, yang seharusnya menjadi acuan berdasarkan UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 127/PUU-XXI/2023.

Dualisme ini menciptakan celah hukum yang memungkinkan perusahaan PT KJS beroperasi tanpa pengawasan ketat terhadap standar perlindungan pekerja migran.

"Atas temuan-temuan itu, hakim dan jaksa cenderung normatif dan menafsirkan unsur eksploitasi secara sempit terbatas pada eksploitasi fisik. Tanpa mempertimbangkan proses tipu muslihat dan kerentanan korban," bebernya.

Rekomendasi Majelis Eksaminator

Majelis Eksaminator menilai putusan tersebut mengabaikan hak-hak korban. Jaksa juga gagal menegakkan keadilan substantif. Sementara Majelis Hakim yang memutus perkara a quo sehingga menciptakan ketidakpastian hukum yang mempermudah pelanggaran.

Kelima Majelis Eksaminasi memberikan rekomendasi berupa Mahkamah Agung harus mengoreksi dan membatalkan Putusan Nomor 71/Pid.Sus/2025/PN Pml karena hakim salah menerapkan definisi eksploitasi, mengabaikan bukti pemalsuan dokumen, dan tidak mempertimbangkan Nasib para korban.

PT KJS harus dimintai pertanggungjawaban pidana korporasi, dengan pencabutan izin usaha dan sanksi terhadap direktur serta pihak ketiga yang terlibat dalam pemalsuan dokumen.

Peradilan harus beralih dari paradigma legal-formal ke keadilan substantif yang berpihak pada korban, dengan pengawasan etik hakim oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Pemerintah harus menghapus dualisme SIUPPAK dan SIP3MI, menegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan berwenang penuh atas penempatan pekerja migran, sesuai UU No. 18/2017.

Naufal menambahkan, hasil eksaminasi akan diserahkan kepada jaksa sebagai upaya advokasi dan mendukung jaksa dalam melakukan kasasi atas putusan tersebut.

"Rekomendasi ini juga akan dikirimkan kepada Mahkamah Agung agar Hakim Agung sebagai ammicus curiae," tandasnya. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved