Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ibu Prada Lucky Pilih Keluar Ruang Sidang Dengar Siksaan yang Diterima Anaknya, Dimulai 27 Juli 2025

Sepriana Paulina, ibu Prada Lucky Namo tak kuasa menahan air matanya saat hadir di sidang Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (3/11/2025)

Penulis: Msi | Editor: muslimah
POS-KUPANG.COM/YUAN LULAN
Sidang militer kasus kematian Prada lucky di pengadilan militer III -15 Kupang 

TRIBUNJATENG.COM, KUPANG - Sepriana Paulina, ibu Prada Lucky Namo tak kuasa menahan air matanya saat hadir di sidang Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (3/11/2025).

Ruang sidang pun diliputi kepedihan. 

Itu adalah sidang hari keempat kasus kematian Prada Lucky sekaligus menjadi sidang kedua bagi terdakwa Lettu Inf. Ahmad Faisal, dengan agenda pemeriksaan saksi.

Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Militer Mayor Chk. Subiyanto ini menghadirkan saksi ketujuh, Pratu Petrus Kanisius Wae, anggota Provos Kompi A. 

Sementara itu, Oditur Militer Letkol Chk. Yusdiharto dan Letkol Chk. Alex Panjaitan.

Baca juga: Tangis Prada Richard Ceritakan Penyiksaan yang Dialami: Diminta Hubungan dan Telepon Pakai Semangka

Baca juga: Ibu Prada Lucky Namo Ditawari Rp 220 Juta untuk Tutup Mulut, Jawabannya Tegas

Dalam kesaksiannya di hadapan majelis dan oditur, Pratu Petrus menceritakan secara rinci peristiwa yang terjadi setelah apel malam tanggal 27 Juli 2025 sekitar pukul 20.30 Wita.

Momen menggetarkan itu terjadi saat saksi mengungkap bahwa dirinya mendengar langsung suara Prada Lucky yang meminta ampun ketika dianiaya di ruang staf Intel.

Dengan suara bergetar, Pratu Petrus menceritakan bahwa ia melihat dan mendengar langsung penganiayaan terhadap almarhum di ruang staf Intel.

“Izin, saya mendengar suara teriak bilang ‘ampun’ dari almarhum. Suara seperti dicambuk pakai selang,” ujar Pratu Petrus di hadapan hakim.

Kesaksian tersebut sontak membuat suasana ruang sidang berubah hening. Beberapa anggota keluarga korban tampak menundukkan kepala.

Sementara ibunda almarhum yang duduk di barisan kedua tamu sidang menangis tersedu-sedu hingga harus keluar dari ruang sidang, didampingi anggota keluarga lainnya.

Momen ini menjadi puncak emosional dalam persidangan yang diwarnai isak tangis dan suasana tegang. 

Kesaksian Pratu Petrus memperkuat dugaan bahwa meskipun korban telah berulang kali memohon ampun, tindakan kekerasan tetap berlanjut hingga akhirnya berujung pada kematian Prada Lucky.

Sementara itu, ruang sidang tampak dipadati keluarga dan kerabat almarhum, yang sebagian mengenakan kaus putih bertuliskan “Justice for Prada Lucky Namo” sebagai bentuk seruan keadilan. 

Terdakwa Lettu Inf. Ahmad Faisal terlihat duduk tenang di samping penasihat hukumnya, sementara ibunda Prada Lucky terus menatap tajam ke arah terdakwa sebelum akhirnya meninggalkan ruangan karena tidak sanggup menahan tangis.

Sidang ini menjadi bagian penting dalam rangkaian proses hukum untuk mengungkap kebenaran di balik kematian Prada Lucky Namo.

Persidangan akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi berikutnya.

Dimulai 27 Juli 2025

Dalam kesaksiannya di hadapan majelis dan oditur, Pratu Petrus menceritakan secara rinci peristiwa yang terjadi setelah apel malam tanggal 27 Juli 2025 sekitar pukul 20.30 Wita.

Ia mengaku datang terlambat mengikuti apel, dan ketika tiba, kegiatan apel sudah selesai.

Setelah apel dan pengecekan telepon genggam, saksi melihat adanya penindakan terhadap Prada Lucky yang dilakukan oleh Danki Kompi A (terdakwa). 

Menurutnya, almarhum menerima hukuman fisik berupa jungkir balik, merayap, berguling-guling, hingga dicambuk keras menggunakan selang di bagian punggung sebanyak empat hingga lima kali dalam posisi tiarap. Saat itu, Prada Lucky mengenakan kaus loreng dan celana loreng.

Usai peristiwa tersebut, saksi menyebut terdakwa sempat menelpon Dansi Intel Thomas Awi untuk datang ke lokasi.

Sekitar satu jam kemudian, saksi diperintahkan untuk mengantar Prada Lucky ke ruang Staf Intel bersama Pratu Alan. 

Setelah tiba di sana, sekitar pukul 21.00 Wita, saksi dan Pratu Alan diperintahkan untuk pulang, sementara di ruang Staf Intel hanya tersisa Dansi Intel Thomas Awi dan Prada Lucky.

Keesokan harinya, 28 Juli 2025 sekitar pukul 08.00 Wita, saat bertugas piket Provos, saksi mendapat kabar bahwa Prada Lucky tidak berada di tempat. 

Sekitar pukul 10.00 Wita, terdakwa Lettu Inf. Ahmad Faisal menelpon dan memerintahkan pencarian. Melalui pesan di grup Kompi, saksi mengetahui bahwa Prada Lucky ditemukan di rumah mama angkatnya.

Tanpa perintah, saksi menuju ke rumah mama angkat tersebut dan melihat Dansi Intel Thomas Awi serta Sertu Danil sudah berada di lokasi. Prada Lucky kemudian dibawa kembali ke Staf Intel sekitar pukul 12.00 Wita.

Setibanya di Staf Intel, saksi melihat Pratu Alan dan Dansi Intel melakukan interogasi terhadap Prada Lucky, sebelum terdakwa datang dan menanyakan alasan korban melarikan diri. 

Baca juga: Komandan Kompi Lettu Faisal Lihat Prada Lucky Namo Disiksa dan Dicambuk 

Dalam proses itu, saksi menyebut Pratu Abner mencambuk Prada Lucky di bahu sebanyak tiga kali menggunakan selang berwarna biru, yang dikatakannya lebih panjang dari selang yang digunakan pada malam sebelumnya.

Selama perawatan di rumah sakit, saksi sempat menjaga Prada Lucky dan mendengar korban mengeluhkan tubuhnya terasa sakit. 

Ia juga melihat luka-luka bekas cambukan di lengan korban. Saksi mengatakan, selama perawatan tidak ada atasan yang menjenguk, kecuali dirinya dan Pratu Alan yang datang menjenguk pada 5 Agustus 2025 bersama terdakwa Lettu Ahmad Faisal, sehari sebelum Prada Lucky meninggal dunia.

Saksi menegaskan, alat yang digunakan untuk memukul Prada Lucky adalah selang berwarna biru. (uge)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved