Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tribunjateng Hari ini

Terdakwa Kasus Pemerasan PPDS Undip, Taufik Eko Nugroho Tolak Dakwaan JPU

Terdakwa kasus pemerasan PPDS Undip, Taufik Eko Nugroho menolak sejumlah dakwaan dari jaksa penuntut umum

Penulis: Moh Anhar | Editor: M Syofri Kurniawan
Tribunjateng/bramkusuma
Jateng hari Ini 18 September 2025 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Terdakwa kasus pemerasan PPDS Undip, Taufik Eko Nugroho menolak sejumlah dakwaan dari jaksa penuntut umum dalam berkas pembelaan atau pledoi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (17/09/2025).

Taufik yang dituntut jaksa paling berat dibandingkan dua terdakwa lainnya menolak sebagai pelaku tunggal dalam pemerasan berkedok Biaya Operasional Pendidikan (BOP).

Menurut Taufik dalam pembelaan yang dibacakan oleh kuasa hukumnya, Paulus Sirait menerangkan, pungutan biaya BOP sudah ada sejak tahun 2003. 

PEMBELAAN - Sebanyak tiga terdakwa kasus PPDS Undip mengikuti persidangan dengan agenda pembelaan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (17/9/2025).
PEMBELAAN - Sebanyak tiga terdakwa kasus PPDS Undip mengikuti persidangan dengan agenda pembelaan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (17/9/2025). (Tribunjateng/Iwan Arifianto)

"Ketika terdakwa (Taufik) menjalani PPDS pada tahun 2009 juga sudah ada (BOP)," kata Paulus.

Biaya pungutan BOP merupakan salah satu bahasan utama dalam kasus pemerasan dan bullying PPDS Undip yang berujung tewasnya Aulia Risma Lestari mahasiswa PPDS Undip angkatan 77.

 Jaksa juga menyoroti khusus soal pungutan ini karena tidak diatur secara resmi oleh Undip.

Setiap pungutan per mahasiswa juga mencapai angka Rp80 juta per residen. Jumlah seluruh pungutan BOP mencapai miliaran rupiah.

Paulus melanjutkan, kliennya yang menjabat sebagai Kaprodi PPDS Anestesia Undip sejak 2018 bukan merupakan pencetus adanya penarikan BOP dari residen. 

Sebaliknya, Taufik berupaya melakukan perbaikan dengan permintaan uang BOP disesuaikan dengan jadwal ujian residen.

"Terdakwa menolak dakwaan JPU yang menyebut mempertahankan sistem dan budaya senioritas di PPDS Anestesia Undip untuk memperlancar penarikan BOP," katanya.

Bantahan lainnya dari Taufik, yakni soal dakwaan telah menikmati dana BOP sebesar Rp177 juta. Menurut Paulus, dana tersebut adalah hak honor Taufik yang secara sah telah diterapkan oleh Kepala Program Studi sebelumnya.

"Penentuan besaran honor tersebut tidak ada keterlibatan dari terdakwa," ucapnya.

Begitupun soal pengelolaan uang residen oleh Sri Maryani, staf administrasi Prodi PPDS Anestesia Undip yang juga berstatus sebagai terdakwa dalam kasus ini.

Paulus merinci, Maryani telah mengelola dana BOP sejak 2014. Artinya, jauh sebelum Taufik menjadi Kaprodi PPDS Anestesi Undip pada 2018.

"Taufik tidak memerintahkan Sri Maryani dalam mengelola uang BOP residen tersebut," bebernya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved