Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Petani di Kudus Gunakan Drone Semprotkan Pupuk Cair hingga Pestisida, Dinilai Lebih Hemat

Ketersediaan tenaga buruh tani di wilayah Kabupaten Kudus disebut semakin langka. Kondisi itu dikeluhkan para petani lantaran menjadi kendala terhadap

|
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: m nur huda

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Ketersediaan tenaga buruh tani di wilayah Kabupaten Kudus disebut semakin langka. Kondisi itu dikeluhkan para petani lantaran menjadi kendala terhadap keberlangsungan pertanian daerah. 

Kehadiran buruh tani dinilai menjadi ujung tombak pertanian masih tetap berlangsung. Utamanya bagi para penyewa lahan yang membutuhkan tenaga petani dan buruh tani untuk menggarap lahan pertanian.

Di Kabupaten Kudus, kelangkaan buruh tani mulai disikapi petani dengan menggandeng teknologi pendamping pertanian.

Kehadiran teknologi pembantu seperti mesin rice transplanter atau mesin penanam padi, mesin pembajak sawah atau traktor, mesin combine atau pemanen padi, hingga drone penyemprotan pupuk dan cairan pestisida mulai digunakan petani untuk mempermudah penggarapan sawah.

Mengingat semakin minimnya ketersediaan tenaga manusia pengolah lahan pertanian (buruh tani).

Petani di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Hawi Sukamto (65) mengaku kesulitan mencari tenaga buruh tani dalam beberapa tahun terakhir. 

Dia pun memutuskan untuk menggunakan mesin pertanian untuk mempermudah pengolahan lahan, mulai dari penanaman, pemupukan, hingga proses panen. 

"Dua tahun saya menggunakan alat bantu pertanian. Termasuk drone penyemprotan pupuk cair dan pestisida," terangnya, Sabtu (30/12/2023).

Hawi menggandeng perusahaan yang bergerak di bidang penyedia jasa pertanian (Maxxi Tani Technology) guna membantu proses penggarapan padi seluas delapan hektare di wilayah Karangrowo dengan pendekatan teknologi.

Mulai dari penanaman bibit padi, pemupukan, hingga proses panen padi dengan menggunakan alat pendamping pertanian. 

Dia menyebut, pemanfaatan mesin pertanian dinilai lebih efisien dalam hal waktu dan budgeting.

Selain itu, lanjut dia, pemanfaatan teknologi pertanian bisa memaksimalkan penggarapan lahan hingga perawatan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 

Hawi menyebut, hasil panen padi setelah menggunakan alat bantu mesin pertanian lebih banyak 1 ton per hektare dibandingkan dengan proses penggarapan lahan secara manual. Biaya yang dikeluarkan pun dinilai lebih murah dengan memanfaatkan teknologi pertanian. 

Dia menyadari, sejauh ini belum banyak petani yang mau beralih dengan memanfaatkan teknologi. Padahal jika dihitung, ongkosnya jauh lebih murah.

"Misalnya, biaya penyemprotan pupuk atau pestisida dengan drone hanya Rp 250.000 per satu hektare, sedangkan dengan cara manual bisa memakan biaya Rp 300.000 per hektare. Hasilnya juga lebih merata," jelasnya.

Hawi menyebut, saat ini dirinya belum mampu membeli alat pendamping pertanian karena harga yang cukup mahal. Karena itu, dirinya menjalin kerjasama dengan perusahaan penyedia jasa pertanian untuk membantu pengolahan lahan. 

Meski demikian, pihaknya juga tetap memberdayakan tenaga buruh tani untuk menjangkau hal-hal yang belum bisa dijangkau teknologi mesin.

Misalnya, pembuatan pematang sawah, hingga pemupukan dengan menggunakan pupuk non cair. 

"Sistemnya kerjasama, bayarnya ketika panen. Rencana selain penyemprotan obat-obatan tanaman, pemupukannya pun nanti pakai teknologi mesin," tuturnya.

Field Officer Maxxi Tani Technology Kabupaten Kudus, Arif Rahmat menyampaikan, teknologi pendamping pertanian sudah masuk di Kabupaten Kudus dalam beberapa tahun terakhir. 

Khusus di bidang drone pertanian sudah dikenalkan kepada petani Kudus dan sekitarnya dalam kurun waktu dua tahun terakhir. 

Dia menyebut, musim tanam kali ini ada 45 hektare lahan di wilayah Kecamatan Mejobo, Undaan, Jati, dan Bae yang diperbantukan dengan teknologi mesin. 

Di Kabupaten Kudus hampir tiap hari mengoperasikan drone penyemprot pupuk cair dan pestisida dengan target 5-6 hektare per hari. 

Pihaknya mematok biaya jasa Rp 250.000 untuk sekali penyemprotan per hektare dengan kapasitas 22 liter sekali terbang. Biaya tersebut baru sebatas layanan jasa, belum termasuk pupuk, nutrisi, pestisida yang disemprotkan.

"Satu hektare biasanya kami menerbangkan drone 3-4 kali, tergantung jenis yang disemprotkan, kalau pestisida bisa empat kali. Kami juga melayani paket penyemprotan semusim dengan biaya Rp 2,3 juta - Rp 2,4 juta per musim," jelasnya. 

Selain melayani jasa teknologi drone pertanian, pihaknya juga melayani jasa teknologi penanaman dan panen. 

Arif juga menyiapkan tenaga khusus untuk mengecek kondisi tanaman. Supaya jenis obat-obatan pertanian yang digunakan sesuai dengan kondisi tanaman.

"Kami juga bisa melayani pembelian alat, namun harganya cukup mahal. Misalnya alat drone pertanian komplit dengan kisaran harga Rp 250 juta," ucapnya. (Sam) 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved