Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

MPLS: Masa Pembangunan Fondasi untuk Kesuksesan Pendidikan

Awal tahun ajaran merupakan periode yang signifikan bagi para pendidik, peserta didik, dan orang tua karena periode ini menentukan arah perjalanan aka

|
Editor: m nur huda
Istimewa
Rina Englya Fristha Sinaga (Education System Assistance, Tanoto Foundation Regional Jawa) 

Oleh: Rina Englya Fristha Sinaga (Education System Assistance, Tanoto Foundation Regional Jawa)

AWAL TAHUN ajaran merupakan periode yang signifikan bagi para pendidik, peserta didik, dan orang tua karena periode ini menentukan arah perjalanan akademis setiap peserta didik. Masa yang krusial untuk membangun rutinitas, ekspektasi, dan hubungan yang akan membentuk keseluruhan tahun ajaran.

Proses ini melibatkan berbagai aspek yang saling terkait seperti ketepatan administratif, strategi pedagogis, dan pemahaman psikologis. Minggu-minggu awal ini biasa disebut dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Durasi MPLS dipengaruhi oleh tujuan dan kegiatan prioritas untuk menyiapkan peserta didik secara efektif dalam menjalani satu tahun ajaran. MPLS meliputi program, fasilitas, dan metode belajar yang dirancang berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 16 Tahun 2016. MPLS sendiri bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, ramah anak, dan nyaman. Selain itu, untuk mendukung pencegahan kekerasan di sekolah, sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, Kemendikbudristek menyediakan Panduan Sosialisasi yang akan digunakan selama MPLS untuk memastikan lingkungan belajar yang bermakna, inklusif, dan aman.

Menciptakan Iklim yang Hangat, Inklusif, dan Aman

Dalam proses belajar, peserta didik diarahkan dan diharapkan untuk dapat mengaktualisasikan dirinya setinggi mungkin. Berdasarkan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, hal ini dapat tercapai apabila kebutuhan dasar peserta didik, seperti makanan, kesehatan, rasa aman, rasa memiliki, menjadi bagian dari suatu komunitas, dan penghargaan diri terpenuhi. Dalam hal ini, orang tua dan guru memainkan peran yang signifikan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa guru yang mampu mengajar dengan efektif mampu menghasilkan ruang kelas produktif dengan keterlibatan yang tinggi dari peserta didik dalam kegiatan akademis yang lebih menantang.

Sebelum hari pertama masuk sekolah, guru perlu mengenal profil dasar murid, misalnya nama, minat, dan hal yang disukai dan tidak disukai. Data tersebut dapat diperoleh dari survei singkat atau wawancara murid dengan orang tua ketika pendaftaran ulang. Data ini dapat digunakan guru untuk pengaturan posisi duduk mengingat posisi duduk termasuk esensial karena mempengaruhi percaya diri dan rasa aman siswa. Bahkan, bagi orang tua pun posisi duduk anaknya di kelas cukup penting. Tak sedikit orang tua misalnya pada jenjang sekolah dasar (SD) yang datang ke sekolah pada hari perdana sekolah untuk memilihkan tempat duduk anaknya. Dalam proses selanjutnya, guru dan siswa dapat secara demokratis menyepakati kapan posisi duduk dirotasi, misalnya setiap tiga bulan atau empat bulan sekali. Dengan demikian, orang tua tak perlu saling berebut kursi untuk anak.

Selanjutnya, agar pendidik dan siswa saling mengenal satu sama lain dan tercipta hubungan yang terbuka dan saling menerima agar tercipta kelas yang inklusif, perlu dilakukan beberapa hal seperti sapaan positif, permainan nama, rencana untuk berkenalan, termasuk memastikan peserta didik terpenuhi kebutuhan fisiknya, seperti menanyakan menu sarapan pagi atau bekal makan siang. Agenda lain seperti meminta peserta didik berbagi cerita tentang liburan atau meminta mereka membuat potret identitas yang dapat dipajang juga dapat dilakukan. Tak hanya siswa, guru juga perlu melakukan hal yang sama tentang dirinya agar dikenal oleh murid. Hal ini juga akan membantu ketika ada proses pemilihan penanggung jawab di kelas, misalnya ketua kelas, penanggung jawab kebersihan, alat-alat peraga, dan lainnya.

Menetapkan Tujuan, Harapan/Impian, & Strategi Belajar

Sebelum menyusun aturan, sangat penting bagi semua peserta didik untuk memahami mengapa mereka harus belajar, apa yang menjadi target kelas dan target personal mereka, bagaimana mencapainya, tantangan yang akan dihadapi, serta dukungan apa yang diperlukan. Guru perlu menyampaikan garis besar yang akan dipelajari, baik akademis maupun non-akademis selama satu tahun ajaran, sehingga peserta didik dapat menyusun rencana belajar yang komprehensif yang kemudian diinformasikan kepada orang tua. 

Selanjutnya, guru perlu menjelaskan pentingnya aktif berpartisipasi dalam belajar sebab hal ini menjadi salah satu langkah paling berharga dalam proses pembelajaran. Untuk mengilustrasikan hal ini, guru dapat menggunakan video yang relevan lalu peserta didik berdiskusi, misalnya dengan think-pair-share. Konsep 'think, pair, share' adalah metode pembelajaran dimana siswa berpikir sendiri tentang suatu masalah, berdiskusi dengan pasangan, lalu berbagi hasil diskusi dengan kelompok atau kelas. Pentingnya peran setiap peserta didik dalam proses diskusi juga perlu disampaikan oleh guru, baik dalam kelompok yang terdiri dari dua, tiga, atau lima orang. Dengan pendekatan “fishbowl” guru dapat meminta peserta didik untuk mencontohkan prosesnya.  Teknik "fish bowl" merupakan metode diskusi di kelas dimana sekelompok kecil siswa berbicara tentang topik tertentu di tengah lingkaran sementara siswa lainnya mengamati dari luar lingkaran, lalu bergantian masuk untuk berpartisipasi. Guru dapat menentukan topik yang menarik, sebagai contoh: Haruskah ada waktu istirahat atau tidak, apa saja ciri-ciri guru yang baik, apa yang membuat pelajaran menarik, mengapa mengikuti ekstarkurikuler, dan sebagainya.

Mengajarkan Aturan, Rutinitas Kelas, dan Harapan akan Perilaku

Guru mungkin tergoda untuk memulai tahun ajaran dengan mengambil alih kendali kelas dan menetapkan aturan serta kebijakan yang tegas, tetapi pendekatan yang terlalu keras dan terburu-buru dapat menjadi bumerang. Selama minggu-minggu pertama, guru dapat berfokus pada pembentukan norma dan rutinitas yang menumbuhkan rasa aman, hormat, dan tanggung jawab diantara peserta didik. Sering kali lebih efektif jika peraturan kelas dinegosiasikan dan bukan dipaksakan, termasuk transparansi dalam penilaian.

Sebagai contoh, guru dapat mengajak peserta didik mengidentifikasi 10 kata sifat untuk menggambarkan ruang kelas yang baik, seperti fokus, perhatian, dan banyak akal. Kemudian ditampilkan di salah satu papan tulis atau tembok kelas untuk dijadikan acuan sepanjang tahun ajaran. Hal ini akan membantu peserta didik berperilaku seperti yang diharapkan di dalam kelas.

Pembelajaran dan Asesmen Terdifirensiasi

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved