Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Banyumas

Energi Bersih Bikin Kantong Warga di Kaki Gunung Slamet Hemat

Bantuan dari PLN Indonesia Power dan TNI yang dinanti akhirnya datang juga, yakni infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Mamdukh Adi
Lampu penerangan yang terpasang di balai pertemuan warga di Dusun Cipondok, Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas. Daya listrik lampu ini berasal dari PLTMH Telaga Pucung. 

Bantuan dari PLN Indonesia Power dan TNI yang dinanti akhirnya datang juga, yakni infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Di tengah rindangnya pohon dan bunyi daun berdesik di Dusun Kalipondok, Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas pada Senin (7/10/2024) sekitar pukul 10.00 WIB, lamat-lamat terdengar suara mesin. Dari bangunan tidak begitu besar di samping rumah, Supriyanto (58) menggerut kayu menggunakan mesin pertukangan.

Setelah memastikan setiap sisi kayu halus, ia mengumpulkannya dengan batang kayu lain yang sudah dihaluskan. Ia pun mengulangi hal serupa pada batang kayu yang masih kasar.

Usai matahari bergeser ke atas kepala, ia mematikan mesin penggerut kayu kemudian masuk ke dalam rumah untuk istirahat. Cuci tangan, kemudian mengambil piring dari rak di sampingi meja makan. Centong diraihnya untuk mengambil nasi dari penanak nasi atau rice cooker. Lauk pauk juga sudah lengkap, berada di atas meja.

Sedari pagi, sang istri Supriyanto telah menyiapkan itu semua sebelum mengerjakan pekerjaan rumah lain seperti mencuci dan menyetrika. Di sisi lain dalam rumah, sang istri, Daripah (55) sibuk memilah baju-baju untuk di masukan ke dalam mesin cuci. Setelah selesai, dia mengambil tumpukan baju lain yang di meja dan mulai menyetrika.

"Sekarang enak, tidak begitu repot seperti dulu. Cuci sudah ada mesin (cuci), nyeterika sudah ada setrika listrik," celetuk Daripah sembari menyeterika.

Sebelum ada listrik, ia masih melakukan pekerjaan rumah dengan serba manual. Mencuci baju menggunakan tangan dan menyetrika baju menggunakan setrika arang yang dipanaskan menggunakan bara. Penerangan juga dulu masih menggunakan pelita.

Setelah Supriyanto selesai dengan suapan terakhir, ia kembali ke 'bengkel kayu' yang berada di samping rumah. Ia tidak langsung bekerja, duduk terlebih dahulu sembari menyesap minuman teh di gelasnya. Di sampingnya, kursi dan meja karya dirinya yang siap dijual berjejer.

Ia mulai bercerita, sebelumnya menjadi tukang kayu cukup sulit karena alat yang digunakan yakni masih manual, lantaran belum ada listrik di kampungnya. Supriyanto sebelumnya merantau, keluar dari kampung halamannya bekerja sebagai tukang bangunan. Baru sekitar tahun 2017 ia kembali ke rumah dan bekerja sebagai tukang kayu. Listrik yang sudah mengalir ke kampung yang membuatnya kembali ke rumah.

Energi sumber listrik yang mengalir ke rumahnya berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Telaga Pucung yang tidak jauh dari rumahnya. Dengan daya terpasang 900 watt, setiap bulan dia membayar sekitar Rp50.000 perbulan untuk iuran listrik. Daya listrik 900 watt cukup untuk menyalakan mesin pertukangan, mesin cuci, penanak nasi, dan alat rumah tangga lain.

"Cukup murah untuk (bayar listrik) perbulannya. Kalau hanya untuk keperluan rumah tangga paling iurannya Rp30 ribu perbulan," kata Supriyanto.

Sumber energi bersih tersebut selain bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga, juga bisa mendorong peningkatan ekonomi warga termasuk Supriyanto. Tetangganya ada yang menggunakan energi listrik dari PLTMH untuk keperluan lemari es atau freezer yang menunjang jualan aneka makanan beku dan minuman dingin.

Juriyah (60) warga lain, setiap bulan ia hanya membayar Rp30 ribu perbulan. Keperluan listrik yang dibutuhkan hanya untuk rumah tangga, lampu penerangan dan peralatan elektronik.

Ia masih ingat betul kegelapan yang menyelimuti rumah dan kampungya saat mentari mulai turun ke peraduan beberapa tahun silam. Ia sempat hidup tanpa listrik sama sekali sekira 1980-an. Hanya pelita atau lampu minyak jadi satu-satunya penerangan saat malam hari. Warga sekampung harus beradaptasi dengan gelapnya malam dan cahaya temaram dari alat penerangan seadanya.

Perempuan lansia yang masih mengurus ternak kambing ini juga mengalami era dimana listrik sudah masuk ke kampung melalui turbin tertenaga dinamo atau bisa dikatakan pembangkit listrik tenaga air yang masih tradisional.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved