UMKM
Kisah Ibu Rumah Tangga di Semarang Kembangkan Jahe Instan, Usaha Makin Maju Usai Ikut BRIncubator
Norma Afantin tampak semangat saat mengantarkan produk usahanya, Jahe Instan Isna, ke gerai-gerai produk UMKM.
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Norma Afantin tampak semangat saat mengantarkan produk usahanya, Jahe Instan Isna, ke gerai-gerai produk UMKM.
Ada sekitar 37 titik yang ia sambangi untuk menitipkan produknya.
Dengan mengendarai sepeda motor, perempuan berusia 60 tahun itu membawa dagangannya ke Rumah BUMN Semarang, Jalan Sultan Agung, Wonotingal, Candisari, Semarang, Kamis (6/3/2025).
Sembari mendata varian produknya yang dititpkan di Rumah BUMN, ia pun berbagi cerita tentang awal mula usahanya berjalan.
Dirinya memang menyukai minuman jamu.
Namun, ide berbisnis jamu tidak hanya tercetus karena kesukaannya terhadap jamu.
Almarhum suaminya yang dulu merupakan Dosen di Poltekkes, seringkali membawa pulang minuman instan hasil praktek mahasiswanya. Dari situlah, ia tercetus ide untuk berbisnis minuman jamu.
"Dia selalu bawa pulang (hasil praktek mahasiswa-red). Saat saya coba, ternyata enak. Tercetuslah keingunan saya bagaimana orang yang tidak suka minum jamu jadi suka."
"Jamu kan pahit. Saya ingin bikin bagaimana caranya orang bisa konsumsi jamu tanpa punya pemikiran jamu tidak enak," ungkapnya.
Ia mulai aktif menjalankan bisnisnya pada 2018. Ia mengurus perizinan lengkap. Tempat produksi dilakukan di rumahnya, Banyumanik, Kota Semarang.
Mulanya, jamu produksinya sudah dikenal khalayak dengan nama Jamu Cap Gajah. Saat mengurus hak kekayaan intelektual (Haki), ia sempat terkendala karena brand tersebut telah dipakai oleh sebuah perusahaan.
Tak butuh waktu lama, ia segera memikirkan nama baru menjadi Jamu Instan Isna.
"Saya sudah numpuk berkas. Saya ditelepon dari dinas, bahwa nama itu sudah ada, mau ganti atau nunggu selanjutnya. Akhirnya, tidak lebih dari lima menit saya mikir nama. Saya sembarang saja, bismillah kalau mau laris pasti jalan. Saya ambil nama Isna dari gabungan nama saya dan suami, Istejo - Norma," jelasnya.
Kini, ia sudah merambah penjualan online maupun offline. Ia pasarkan minuman tradisional itu ke berbagai marketplace. Dia juga menitipkan produknya ke sejumlah toko oleh-oleh, tempat publik, hingga gerai-gerai berplat merah.
Untuk memudahkan pembeli, dirinya juga mengikuti perkembangan zaman dengan menyiapkan pembayaran secara nontunai menggunakan QRIS.
Misalnya di Rumah BUMN, ia titipkan barang dagangannya dilengkapi QR code QRIS. Sehingga, pembeli tinggal pindai QR code.
Uangpun langsung masuk ke rekeningnya. Qris juga ia gunakan setiap mengikuti pameran. Namun, belum seluruhnya pelanggan menggunakan QRIS. Ada pula pembeli yang membayar secara tunai.
Dengan kelengkapan teknologi canggih yang kini dimiliki, ia bisa memproduksi beragam jenis jamu, antara lain temu lawak, kunyit putih, kunyit, sari kedelai, kopi jahe dan jahe ori. Terbaru, ia berinovasi membuat jamu jahe tanpa gula. Ini menjawab kebutuhan masyarakat yang kini lebih memperhatikan pola hidup sehat tanpa gula.
Produknya ia banderol seharga Rp 37 ribu. Namun, untuk produk nongula sedikit lebih mahal karena membutuhkan bahan baku lebih banyak. Norma memproduksi dua kali dalam sepekan sebanyak 100 kilogram bahan. Sebulan, 400 pack jamu ia hasilkan dan dititipkan ke sejumlah gerai.
"Saya titipkan ke toko oleh-oleh, bandara, Dinas Koperasi UMKM, Rumah BUMN. Ada sekitar 37 titik," sebutnya.
Bergabung ke Rumah BUMN untuk Pengembangan Usaha
Sebelum bergabung menjadi UMKM binaan BRI, Norma hanya berjualan produk di sekitar lingkungan rumahnya mulai dari RT, kelompok arisan, kelurahan, dan toko-toko terdekat.
Kemudian, ia bergabung menjadi anggota Rumah BUMN sejak sebelum pandemi Covid-19. Ia sempat lolos BRIncubator.
Melalui program itu, ia mendapatkan banyak pelatihan yang membuat usahanya kini kian maju.
Bahkan, hingga saat ini jika ada kesempatan pelatihan dari BRI ia tak patah semangat untuk menambah ilmu meski usianya sudah tak muda lagi.
Biayai Pendidikan Anak dari Hasil Usaha
Meski suami bekerja sebagai seorang dosen, ia tetap berkarya untuk tambahan penghasilan keluarga. Hasil usahanya tentu untuk membantu kebutuhan rumah tangga.
Apalagi, sejak suaminya meninggal pada 2023 lalu, dirinya harus menopang ekonomi keluarga, termasuk biaya pendidikan buah hatinya. Empat anaknya telah mengenyam pendidikan tinggi. Bahkan, anak pertamanya sudah menempuh gelar doktor.
Selain itu, keuntungan yang ia dapat juga digunakan untuk pengembangan usaha, misalnya membeli alat-alat canggih untuk memudahkan produksi.
Kendala modal hingga sempat kena tipu
Dalam berbisnis, modal menjadi hal krusial jika usahanya ingin terus berkembang. Norma mengaku, setidaknya harus mengantongi tiga kali lipat dana cadangan agar tetap bisa beroperasi. Sebab, sistem yang ia terapkan dalam berbisnis yakni konsinyasi. Uang hasil penjualan tidak langsung ia terima di beberapa gerai.
"Kalau nggak punya modal banyak ya nggak bisa muter. Dulu, awalnya saya pakai modal dari gajinya Bapak," sebutnya.
Ia juga sempat mengambil pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) BRI. Modal itu ia gunakan untuk pengembangan usahanya, diantaranya ekspor ke Malaysia pada 2022. Ia bersama pelaku UMKM lain mengikuti program ekspor, dimana satu kontainer berisi sejumlah produk UMKM.
Malangnya, ia tertipu oleh oknum tak bertanggungjawab. Hingga saat ini, dia tidak menerima uang hasil penjualan produknya yang dikirim ke negeri Jiran itu. Padahal, total barang yang ia kirimkan senilai hampir Rp 20 juta.
"Nggak ada pembayaran sampai sekarang. Perjanjian dulu konsinyasi, tapi tidak ada laporan sampai sekarang," ucapnya.
Kejadian itu membuat dirinya terjatuh. Bahkan, ia sempat tidak melakukan produksi selama satu tahun pasca kejadian itu. Selama masa tumbang, ia hanya mengecek produk-produknya di gerai-gerai yang ia titipi.
Kini, Norma sudah mulai bisa bernafas lega. Usahanya mulai kembali berjalan. Kasus itu menjadi pelajaran baginya untuk semakin berhati-hati dalam berbisnis. Termasuk, ia enggan menerima pesanan jika tidak ada kejelasan uang muka.
Sementara itu, Koordinator RB Semarang, Endang Sulistiawati menngatakan, Norma Afantin menjadi satu dari 3.000 pelaku UMKM di Rumah BUMN. Pebisnis jamu itu aktif mengikuti berbagai program dari Rumah BUMN. Produknya juga masuk dalam etalase Rumah BUMN.
Rumah BUMN berkomitmen memberikan bantuan kepada para UMKM agar naik kelas.
"Rumah BUMN BRI Semarang didirikan September 2017. Beranggotakan 3.000 UMKM Semarang sekitarnya. Rumah BUMN kita memberikan bantuan go modern, go online, go digital, go global, melangah ke pasar ekspor," paparnya.
Dia menyebut, ada beragam fasilitas yang diberikan rumah BUMN meliputi pelatihan gratis, modul gratis, pendampingan. Pihaknya juga memfasilitasi bazaar, legalitas, hingga lackaging produk gratis. (eyf)
Ketika Pelaku UMKM Dapat Ilmu Mengubah Resep Tradisional Dengan Inovasi Masa Kini Oleh Para Chef |
![]() |
---|
UMKM Di Jateng Didorong Perluas Pasar, Ini Cara Agar Bisa Masuk Toko Oleh-Oleh |
![]() |
---|
Mendulang Rupiah Lewat Kerajinan Kayu, Kisah Arif Eko Cahyo Bertahan di Tengah Usaha Mebel Kian Sepi |
![]() |
---|
Jadi Daya Tarik Mancanegara, Kerajinan Anyaman Jateng Tembus Pasar Ekspor |
![]() |
---|
Kreativitas Berkelanjutan di Semarang, Pili Sulap Koran Bekas Jadi Produk Bernilai Jual |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.