Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Ade Bhakti Sindir Camat Gayamsari yang Tak Respon Pesannya Seusai Beri Kesaksian di Sidang Mbak Ita

Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang, Ade Bhakti mengunggah sindiran kepada Camat Gayamsari

|
Penulis: Adelia Sari | Editor: galih permadi
Instagram @adebhakti dan @pajakgayamsari
(Kiri) Ade Bhakti - (Kanan) Camat Gayamsari Eko Yuniarto : Ade Bhakti Sindir Camat Gayamsari yang Tak Respon Pesannya Seusai Beri Kesaksian di Sidang Mbak Ita 

TRIBUNJATENG.COM - Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang, Ade Bhakti mengunggah sindiran kepada Camat Gayamsari sekaligus mantan Ketua Koordinator Camat se-Kota Semarang, Eko Yuniarto.

Sindiran itu diunggah Ade Bhakti di akun Instagramnya pada Kamis (3/7/2025).

Ade mempertanyakan mengapa teleponnya tak pernah dibalas oleh Eko Yuniarto seusai memberikan kesaksian dalam sidang dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang dengan terdakwa mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita.

Baca juga: Ade Bhakti Cerita Detik-detik Penyerahan Gepokan Uang ke Polisi dan Jaksa, KP2KKN Jateng Desak Usut

"Selamat pagi Mas Eko...(Pak Camat Gayamsari, mantan ketua paguyuban camat)

2 Bulan lebih sejak kesaksian panjenengan di persidangan 28 April, kenapa sampe hari ini.. WA saya..telepon dari saya..gak pernah diangkat..gak pernah panjenengan respon..? Kenapa ya..?

Atas arahan siapa panjenengan seperti itu?" tulis Ade Bhakti.

Ade menyebut jika pernyataan Eko telah membuat ia dan keluarga dirugikan secara psikis dan mental.

"Jangan seperti itulah, gara-gara pernyataan panjenengan, saya & keluarga sangat dirugikan secara psikis & mental atas pemberitaan yang terjadi..saya tunggu itikad baik panjenengan," lanjut Ade.

Ia juga menuliskan jika teks pesan Whatsapp dari Eko pada awal 2023 masih ia simpan.

"Text WA panjenengan kepada saya di awal 2023 masih tersimpan rapi lho di HP saya..jelas gamblang peran panjenengan," 

Namun Ade merasa jika selama ini pemberitaan di media telah menyudutkan dirinya buntut pernyataan Eko.

Ia sudah berusaha menghubungi Eko melalui telefon dan pesan Whatsapp.

Namun Eko tak merespon Ade Bhakti sama sekali sehingga mantan Camat Gajahmungkur ini memilih mengunggah di media sosial.

"Sudah cukup saya diam..mencoba menghormati keadaan, menghormati tokoh-tokoh sentral di pemkot.

Tapi pemberitaan di media, semua menyudutkan saya, seolah-olah mengerkerdilkan peran besar panjenengan," 

20250704-ade-bhakti_gayamsari
ADE BHAKTI : Tangkapan layar dari Instagram @adebhakti pada Jumat (4/7/2025) : Unggahan Ade Bhakti yang diduga menyindir Camat Gayamsari Eko Yuniarto

Ade Bhakti juga mengunggah tangkapan layar Pasal 242 ayat (1) KUHP tentang Sanksi Pidana bagi orang yang memberikan kesaksian palsu.

Namun belum ada klarifikasi resmi dari camat Gayamsari, Eko Yuniarto tentang unggahan Ade Bhakti.

Sementara itu, banyak warganet yang kini menyerbu kolom komentar Instagram @kecamatan.gayamsari.

Sebelumnya, Eko Yuniarto dihadirkan dalam sidang lanjutan dugaan kasus korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang Mbak Ita pada Senin (28/4/2025).

Dalam sidang itu, Eko mengaku sempat diminta membuang handphone dan bukti transfer oleh Mbak Ita saat kasus korupsi di Pemerintah Kota Semarang mulai tercium.

"Perintahnya nomor tetap, waktu itu mungkin ada keterkaitan kejadian pemeriksaan KPK," kata Eko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, dikutip dari Kompas.com.

Eko juga diminta Mbak Ita agar tidak menghadiri panggilan KPK di kantor BPK Jawa Tengah.

Sedangkan Ade Bhakti juga dihadirkan dalam lanjutan sidang pada Rabu (4/6/2025) di PN Semarang.

Dalam sidang itu, Ade mengungkap adanya permintaan proyek senilai Rp 20 miliar oleh suami Mbak Ita, Alwin Basri kepada para camat.

Sebelum menjabat sebagai Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang, Ade Bhakti diketahui menjabat sebagai Camat Gajahmungkur, Semarang.

Ia kemudian dipindah menjadi Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang.

Ade Dendam ke mbak Ita?

Kuasa Hukum mantan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita, Agus Nurudin sempat menuding Ade Bhakti Ariawan eks Camat Gajahmungkur memiliki dendam terhadap Mbak Ita.

Hal itu disampaikan Agus saat sidang lanjutan sidang kasus korupsi yang melibatkan Mbak Ita dan suami Alwin Basri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (4/6/2025).

Agus mengungkap, Ade Bhakti sempat menyebutkan Alwin dan Mbak Ita sebanyak tiga kali dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Penyebutan Alwin dan Mbak Ita disebut secara bersamaan dalam pelaksanaan proyek yang diterangkan Ade Bhakti dalam BAP. 

Menurut Agus, penggunaan kata dan berarti dilakukan oleh dua orang.

"Ya saya tanya apakah dendam ke Mbak Ita, dia jawab tidak. Ternyata hanya persepsi dia, bukan dua orang tapi satu, hanya persepsi dia," kata Agus.

Ade Bhakti juga membantah memiliki dendam terhadap Mbak Ita.

"Tidak dendam, penyebutan (kata) dan karena itu kan beliau (Alwin) suaminya (mbak Ita)," bebernya.

Pertanyaan dendam itu hanya dilontarkan ke Ade Bhakti. Meskipun dalam saksi persidangan itu menghadirkan dua camat lainnya yakni mantan Camat Semarang Timur Kusnandir yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang dan Camat Ngaliyan Mulyanto.

Selepas mendengar keterangan dari ketiga saksi tersebut, Mbak Ita dan Alwin kompak membantah.

"Saya tidak menjanjikan, tidak meminta dan tidak menerima serta tidak mengintruksikan kasus pl (penunjukan langsung)," katanya.

Sementara terdakwa Alwin menyebut, tidak menjanjikan tidak meminta dan tidak menerima.

"Tujuan saya hanya membantu Gapensi untuk pemerataan," bebernya.

Sebagaimana diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Rio Vernika Putra mengatakan, Mbak Ita dan suami Alwin didakwa menerima gratifikasi atas fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung dengan nilai total Rp 2,24 miliar.

Martono sebagai penyambung uang fee proyek juga didakwa menerima.

Dari total uang Rp 2,24 miliar , Mbak Ita dan Alwin menerima Rp 2 miliar. Adapun Martono menerima Rp 245 juta.

Uang miliaran tersebut diperoleh dari setoran para saksi di antaranya Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo,Suwarno, Gatot Samarinda dan Sunarto.

Mbak Ita dan Alwin juga didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pendidikan senilai Rp 3,75 miliar.

Tak hanya itu mereka didakwa pula memotong pembayaran kepada para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkot Semarang senilai Rp 3 miliar.

"Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar," kata jaksa.

Bungkam

Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang dan Polrestabes Semarang merespons pernyataan mengejutkan yang disampaikan Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang, Ade Bhakti Ariawan, dalam persidangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya, Alwin Basri.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Rabu, 4 Juni 2025, Ade mengungkap bahwa ada setoran uang senilai total Rp350 juta yang diduga diberikan kepada oknum di Unit Tipikor Polrestabes Semarang dan Kejari Semarang.

Uang itu disebut disalurkan pada April 2023.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Semarang, Cakra Nur Budi Hartanto, memilih irit bicara.

Saat dikonfirmasi oleh awak media, Cakra enggan memberikan komentar terkait dugaan setoran tersebut.

"Mungkin bisa ditanyakan ke yang bersangkutan langsung selaku yg memberikan keterangan," jelasnya saat dihubungi Tribun. 

Sementara, Tribun telah melakukan konfirmasi Kapolrestabes Semarang Kombes Syahduddi soal setoran tersebut. Namun, konfirmasi Tribun belum direspon.

Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang Ade Bhakti Ariawan menyebut ada setoran uang ratusan juta ke sejumlah pejabat Polrestabes Semarang dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang.

Hal itu diungkapkan Ade saat menjadi saksi sidang kasus korupsi yang melibatkan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (4/6/2025).

Ade merinci, uang jatah diberikan ke  Unit Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Polrestabes Semarang sebesar Rp200 juta.

Sementara jatah untuk Kejari diberikan kepada Kasi Intel Kejari Kota Semarang sebesar Rp150 juta.

Uang tersebut diberikan kepada dua lembaga penegak hukum tersebut sekitar April 2023.

"Mas Eko (Eko Yuniarto, mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang) yang menyerahkan, saya hanya menemani," jelas Ade di depan majelis hakim.

Mantan Camat Gajahmungkur itu merinci proses penyerahan gepokan uang ratusan juta ke dua tempat tersebut.

Penyerahan uang di Polrestabes Semarang, Ade mengakui hanya menunggu di ruangan penyidik.

Sementara Ade menyebut terlambat saat menyerahkan uang itu ke kantor Kejari Kota Semarang.

"Ketika di Kejaksaan, saya menyusul," katanya.

Uang ratusan juta yang menjadi jatah aparat tersebut diduga bersumber  dari hasil pungutan commitment fee atau atau uang kontribusi proyek atas pengondisian proyek-proyek di kecamatan Kota Semarang.

Ade sebagai Camat Gajahmungkur kala itu juga menyerahkan hasil pungutan commitment fee dari penggarap proyek di Kecamatan Gajahmungkur senilai Rp148 juta.

Hasil setoran dari para Camat itulah yang digunakan untuk memberi jatah aparat.  Akan tetapi, ternyata uang itu masih kurang sehingga sempat ditambah oleh Lina Anggraheni.

Lina adalah anak buah dari Martono, terdakwa kasus suap ke Mbak Ita dan Suami. "Ya ada yang titipan dari Mbak Lina," bebernya.

Sementara, terdakwa Martono membantah telah memberikan perintah atas penyerahan uang jatah ke Polrestabes Semarang maupun Kejari.

Menurutya, setoran itu sudah menjadi tradisi dari para Paguyuban Camat di Semarang.

"Itu kebutuhan Paguyuban Camat yang sudah dilakukan secara turun-temurun," tegas Martono.

Sebagaimana diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Rio Vernika Putra mengatakan, Mbak Ita dan suami Alwin didakwa menerima gratifikasi atas fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung dengan nilai total Rp 2,24 miliar.

Martono sebagai penyambung uang fee proyek juga didakwa menerima.

Dari total uang Rp 2,24 miliar , Mbak Ita dan Alwin menerima Rp 2 miliar. Adapun Martono menerima Rp 245 juta.

Uang miliaran tersebut diperoleh dari setoran para saksi di antaranya Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo,Suwarno, Gatot Samarinda dan Sunarto.

Mbak Ita dan Alwin juga didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pendidikan senilai Rp 3,75 miliar.

Tak hanya itu mereka didakwa pula memotong pembayaran kepada para aparatur sipil negara (ASN) di Pemkot Semarang senilai Rp 3 miliar.

"Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar," kata jaksa. 

(*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved