Berita Semarang
19 Peneliti Muda Beri Solusi Inovatif di Konferensi IRSA Semarang
Isu inklusi sosial, perubahan iklim, hingga pemberdayaan disabilitas menjadi sorotan dalam IRSA 2025 yang digelar di Semarang.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Isu inklusi sosial, perubahan iklim, hingga pemberdayaan disabilitas menjadi sorotan dalam IRSA 2025 yang digelar di Semarang.
Sebanyak 19 peneliti muda hadir mempresentasikan gagasannya, termasuk mereka yang datang dari Indonesia Timur.
Konferensi Internasional Indonesian Regional Science Association (IRSA) ini berlangsung selama dua hari, 14-15 Juli 2025, dengan tema “Localising Smart Economy and Infrastructure for Inclusive Growth and Sustainability.”
Baca juga: Ini Daftar Hal yang Boleh Dilakukan Dengan Dana Operasional RT Rp 25 Juta di Kota Semarang
Para peneliti tak hanya memaparkan hasil riset, tetapi juga berjejaring dengan akademisi dan pembuat kebijakan.
Kegiatan ini mendapat dukungan KONEKSI (Kemitraan Australia-Indonesia untuk Pengetahuan dan Inovasi) yang menggandeng Australia National University (ANU) Indonesia Project.
“Kami ingin riset yang dilakukan peneliti bisa berdampak nyata, bukan hanya di kampus, tapi juga membantu kebijakan daerah. Isu seperti perubahan iklim dan inklusi sosial sangat relevan,” kata Ria Arief, Knowledge to Policy Unit Manager Kedutaan Besar Australia, dari keterangan tertulis, dikutip Tribunjateng Rabu (16/7/2025).
Sebelum IRSA, para peneliti mengikuti bootcamp pada 12-13 Juli 2025. Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menyusun ide penelitian, memimpin inisiatif, dan mempublikasikan hasil riset agar berdampak lebih luas.
“Lewat bootcamp ini, kami harap para peneliti bisa lebih percaya diri dan hasil riset mereka bisa ikut memberi solusi bagi pembangunan inklusif,” tambah Ria.
Peran Agama dan Ekonomi Kreatif Jadi Sorotan
Dalam sesi khusus KONEKSI, peneliti Monash University, Welmince Djulete, mengangkat topik tentang hubungan iman, budaya, dan ketahanan iklim.
Ia menekankan pentingnya peran tokoh agama dalam mendorong praktik ramah lingkungan.
Tentu bertujuan menggali hubungan antara iman, budaya, dan ketahanan iklim melalui pendekatan environmental stewardship atau pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab.
“Pemimpin agama bisa mengajak masyarakat lewat khotbah dan pengajaran agar peduli terhadap perubahan iklim. Ini langkah sederhana, tapi dampaknya besar,” jelasnya.
Hal ini bertujuan mendorong praktik hidup berkelanjutan sebagai bentuk tanggung jawab dalam merawat dan menjaga lingkungan.
Sementara Ida Mujtahidah, peneliti dari Rumah Disabilitas, memaparkan riset tentang praktik ekonomi inklusif lewat usaha kreatif Sagata di Yogyakarta.
| Curhat Warga Semarang Bawa Wanita Hendak Melahirkan di Puskesmas Tengah Malam, Tak Ada Petugas |
|
|---|
| Prakiraan Cuaca Kota Semarang Hari Ini Kamis 30 Oktober 2025: Hujan Ringan |
|
|---|
| Penyebab Bangunan Tua Roboh Hingga 1 Korban Tewas di Semarang, Polisi: Dinding Lapuk Karena Usia |
|
|---|
| Mensos: 3.000 Guru Terserap Mengajar di 166 Sekolah Rakyat |
|
|---|
| Polisi Imbau Publik Tak Mudah Terprovokasi Terkait Perusakan Masjid di Bandungan Semarang |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.