Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UIN SAIZU Purwokerto

Fenomena Gugatan Cerai Pasca Pelantikan PPPK/ASN : Menimbang Fiqih Munakahat dan Etika ASN

Fenomena Gugatan Cerai Pasca Pelantikan PPPK/ASN (Menimbang Fiqih Munakahat dan Etika ASN)

Editor: Editor Bisnis
Tribun Jateng/Istimewa
Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy,M.E., Akademisi UIN Saizu Purwokerto. (DOK. UIN SAIZU) 

 


Oleh: Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, M.E.
Akademisi UIN Saizu Purwokerto


Beberapa waktu terakhir, jagat maya dan ruang-ruang diskusi publik diramaikan oleh fenomena yang cukup mengejutkan: sejumlah wanita yang baru saja dilantik sebagai ASN atau PPPK, mengajukan gugatan cerai terhadap suami mereka. 


Ironisnya, suami-suami ini justru adalah pihak yang selama ini setia mendampingi dan mendukung perjuangan sang istri baik secara moral, spiritual, maupun materi hingga sampai di titik pelantikan.


Gugatan cerai datang bukan ketika kehidupan sedang terpuruk, melainkan justru saat posisi ekonomi dan sosial mulai menanjak. Pertanyaannya kemudian, mengapa pencapaian yang seharusnya menjadi momen syukur dan penguat ikatan justru berubah menjadi awal perpisahan?

 


Rezeki yang Terlupa: Sebuah Refleksi Perjalanan Bersama


Fenomena ini menyisakan luka sosial sekaligus keprihatinan moral. Seorang istri yang dulunya berjuang bersama suami dalam keterbatasan, kini memilih jalan sendiri ketika kestabilan ekonomi mulai hadir dalam hidupnya. Padahal jika direnungkan lebih dalam, keberhasilan itu termasuk status sebagai ASN bukanlah hasil usaha tunggal.


Rezeki tidak datang secara tiba-tiba. Mungkin ada peran suami yang mengantar istri tes CPNS/PPPK di tengah panas matahari. Ada uang belanja yang dikurangi demi bayar bimbingan belajar. Ada doa-doa malam yang tak terdengar publik, tapi menggetarkan langit.


Rezeki itu datang lewat jalan pernikahan. Dan dalam Islam, rezeki yang didapat istri juga bagian dari keberkahan rumah tangga. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:


“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.”
(HR. Tirmidzi)


Tapi juga tak boleh dilupakan bahwa suami yang baik adalah yang dihargai dalam perjuangannya, bukan ditinggalkan setelah istri mencapai posisi sosial tertentu.

 


Fiqih Munakahat: Hak, Tanggung Jawab, dan Kesetiaan


Dalam perspektif fiqih munakahat (fiqih pernikahan), pernikahan bukan hanya kontrak antara dua manusia, tetapi mitsaqan ghalizha ikatan suci dan kokoh (QS. An-Nisa: 21). 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved