UIN SAIZU Purwokerto
Fenomena Gugatan Cerai Pasca Pelantikan PPPK/ASN : Menimbang Fiqih Munakahat dan Etika ASN
Fenomena Gugatan Cerai Pasca Pelantikan PPPK/ASN (Menimbang Fiqih Munakahat dan Etika ASN)
Islam memandang pernikahan sebagai institusi yang melahirkan hak dan kewajiban yang setara dalam kedudukan ruhani, meski berbeda dalam peran.
Talak atau gugatan cerai (khulu’) memang diperbolehkan dalam Islam, namun ia termasuk perkara halal yang paling dibenci Allah. Rasulullah SAW bersabda:
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak.”
(HR. Abu Dawud)
Fiqih juga mengatur bahwa perceraian hanya boleh dilakukan jika memang ada ’udzur syar’i (alasan syar’i) seperti kekerasan, tidak adanya nafkah lahir dan batin, atau hilangnya rasa aman dalam rumah tangga.
Jika cerai diajukan hanya karena perbedaan status ekonomi atau karena merasa lebih unggul setelah dilantik menjadi ASN, maka hal ini bukan hanya bertentangan dengan nilai-nilai Islam, tetapi juga mencederai martabat pernikahan sebagai ladang ibadah.
Nilai ASN: Mengemban Amanah Publik dan Etika Moral
Sebagai seorang Aparatur Sipil Negara, seseorang terikat bukan hanya pada jabatan administratif, tetapi juga pada nilai-nilai dasar ASN yang tertuang dalam Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014. Di antara nilai itu adalah integritas, akuntabilitas, komitmen terhadap pelayanan publik, dan keteladanan.
ASN dituntut menjadi contoh di tengah masyarakat baik dalam profesionalisme kerja maupun dalam kehidupan pribadi. Jika keberhasilan sebagai ASN justru menjadi pemicu perpecahan keluarga, maka ini menunjukkan adanya kegagalan dalam menginternalisasi nilai-nilai dasar sebagai abdi negara.
Perempuan ASN yang mengajukan gugatan cerai tanpa alasan yang jelas, hanya karena perubahan posisi sosial dan finansial, dapat menciptakan preseden negatif, baik secara sosial maupun moral. Ini bisa membentuk opini publik yang sinis terhadap perempuan karier dan memunculkan kecurigaan tak berdasar kepada para wanita pekerja.
Jalan Tengah: Solusi Fiqih dan Sosial
Pernikahan adalah institusi yang harus dijaga bersama, dengan dialog dan penghargaan yang setara. Oleh karena itu, beberapa solusi berikut patut direnungkan:
1. Pendidikan Pranikah yang Holistik
Bimbingan pranikah tidak boleh berhenti pada syarat administratif untuk menikah. Ia harus mencakup:
• Manajemen konflik
• Keseimbangan peran gender dalam keluarga modern
• Fiqih munakahat dan hak-hak suami-istri
• Etika membangun karier tanpa meninggalkan pasangan
2. Penguatan Nilai ASN sebagai Bagian dari Rumah Tangga
Pemerintah perlu memasukkan materi tentang etika sosial dan tanggung jawab keluarga dalam pelatihan dasar ASN/PPPK. Ini penting agar ASN menyadari bahwa keberhasilannya bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga keluarganya.
Rektor UIN Saizu Dorong Studi Islam Interdisipliner untuk Bangun Peradaban |
![]() |
---|
Pendapatan Pemerintah: Perbandingan Indonesia dan China Tahun 2023 |
![]() |
---|
Tingkatkan Mutu Akademik, Prodi PIAUD FTIK UIN Saizu Jalani Audit Mutu Internal 2025 |
![]() |
---|
UIN Saizu Jalin Kerjasama Strategis dengan Komnas HAM, Perkuat Kampus Humanis dan Inklusif |
![]() |
---|
Mahasiswa PAI UIN Saizu Terbitkan Buku “Perempuan dalam Sejarah Islam” |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.