Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sidang Korupsi Mbak Ita

Ini Alasan Mbak Ita dan Suami Kompak Ngotot Kepala Bapenda Indriyasari Juga Ditangkap KPK

Nama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, mendadak jadi sorotan dalam sidang pledoi

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
Iwan Arifianto/Tribunjateng
SIDANG PLEDOI - Sidang pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Rabu (6/8/2025) sore. Foto kiri Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari menyatakan siap menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu. Namanya terseret saat persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Nama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, mendadak jadi sorotan dalam sidang pledoi kasus korupsi dan suap yang melibatkan dua terdakwa, Hevearita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri.

Keduanya secara terbuka menyebut Indriyasari dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Rabu (6/8/2025).

Dalam nota pembelaannya, Alwin menyampaikan bahwa Indriyasari turut terlibat dalam pengumpulan dan pemotongan dana iuran kebersamaan dari para pegawai negeri sipil di lingkungan Pemkot Semarang.

"Saudari Indriyasari sampai saat ini masih bebas, padahal dalam perkara ini disebut turut meminta, menerima, dan memotong iuran kebersamaan bersama saya," ungkap Alwin dengan nada tegas di hadapan majelis hakim.

"Saudara Indriyasari seolah tak tersentuh hukum masih bebas ke mana-mana padahal dia dalam perkara ini juga disebut bersama dengan saya meminta, menerima dan memotong iuran kebersamaan staf PNS Kota Semarang," jelas Alwin saat membacakan nota pembelaannya.

Alwin juga mengungkapkan bahwa Indriyasari sempat menemuinya di Kantor PKK Kota Semarang sambil menyerahkan uang hasil potongan iuran tersebut.

Oleh karena itu, ia berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tebang pilih dalam menangani kasus ini.

"Indriyasari bilang itu adalah uang sah," paparnya.

Terdakwa Ita juga mengungkapkan hal yang sama.

Bahkan, Ita merasa dijebak oleh Indriyasari dan anak buahnya di Bapenda Semarang dalam kasus ini.

Ita menyebut, keterangan Indriyasari dan anak buahnya baik ke KPK maupun di persidangan merupakan tindakan terstruktur sistematis dan masif untuk menjebak dirinya.

"Saya sempat terima uang itu, tapi saya minta kwintasi kata Indriyasari tidak ada.

Karena tahu pemberian ini salah saya kembalikan.

Sekali lagi, apa ini memang sudah menjadi rencana yang TSM terstruktur, sistematis, dan masif untuk menjebak saya," bebernya.

Menurutnya, kasus ini merupakan ketidakadilan karena Indriyasari yang  yang jelas-jelas sebagai pengumpul dana tidak tersentuh hukum.

"Dia tidak dilakukan tindakan apa-apa. Bahkan masih melenggang bebas di Kota Semarang ini," ungkapnya.

Tak hanya kepada Indriyasari, Ita juga meminta kepada Inspektorat  Kota Semarang agar melakukan pemeriksaan terhadap semua ASN yang disebutkan dalam berkas perkara kasus korupsinya.

Termasuk para camat. "Jadi ini artinya apa?

Apakah memang hanya sampai berhenti di sini? 

Kenapa teman-teman ASN dan Camat tidak ada satu pun  yang diproses oleh KPK?," ungkap Ita.

 

Alasan Kuasa Hukum

Kuasa Hukum Mbak Ita dan Alwin,  Agus Nurudin mengatakan, nama Indriyasari disebut berulang kali oleh kedua terdakwa karena semata-mata ingin adaEquality before the law atau perlakuan yang sama di mata hukum.

Oleh karena itu, pihaknya meminta jaksa KPK menindaklanjuti kaitannya Indriyasari dalam kasus ini.

"Ya bisa dimulai dari pemusnahan buku iuran kebersamaan, itu bagian dari menghilangkan barang buktinya atau menghalangi proses penyidikan," terangnya.

Agus menambahkan, langkah yang sama juga perlu dilakukan jaksa KPK terhadap para camat di Semarang yang terlibat dalam kasus ini. "Camat yang ngasih duit juga diproseslah," ungkapnya.

Sementara Tribun telah mengkonfirmasi tudingan tersebut kepada Indriyasari. Namun, upaya tribun belum direspon.


Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa 1 Hevearita Gunaryati Rahayu dituntut selama 6 tahun penjara denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Sementara Terdakwa dua Alwin Basri dituntut 8 tahun penjara denda Rp500 juta subsider kurungan penjara selama 6 bulan

Ita dan Alwin didakwa  melakukan pengaturan proyek penunjukan langsung (PL) pada tingkat kecamatan 2023.  

Alwin diduga menerima uang suap sebesar Rp2 miliar dari ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang Martono.

Dakwaan berikutnya berupa pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang pada 2023, kedua terdakwa diduga keduanya diduga menerima uang sebesar Rp1,7 miliar.

Uang tersebut berasal dari Direktur Utama PT Deka Sari, Rachmat Utama Djangkar.

Martono dan Djangkar ikut pula dicocok oleh KPK dengan persidangan yang dilakukan terpisah.

Selain itu, jaksa merincikan pula terkait uang yang diterima oleh kedua terdakwa dari Kepala Bapenda Kota Semarang Indriyasari sebesar Rp1 miliar yang sudah dikembalikan oleh para terdakwa ke saksi dalam bentuk dolar Singapura.

Uang yang dikembalikan dari para terdakwa bersumber dari Iuran Kebersamaan yakni penyisihan uang dari pegawai Bapenda yang mendapatkan bonus upah pungut pajak setiap tiga bulan sekali.

Kedua terdakwa melanggar Pasal  Pasal 12 huruf a Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua, para terdakwa melanggar pidana yang diatur dalam Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan ketiga, para terdakwa melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf f Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved