Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UIN Walisongo Semarang

PBAK 2025, UIN Walisongo Bekali Mahasiswa Baru Pemahaman Gender dan Pencegahan Kekerasan Seksual

PBAK 2025, UIN Walisongo Bekali Mahasiswa Baru Pemahaman Gender dan Pencegahan Kekerasan Seksual.

Penulis: Laili Shofiyah | Editor: M Zainal Arifin
Istimewa
PBAK 2025: Mahasiswa baru UIN Walisongo Semarang mengikuti Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2025. Dalam PBAK tersebut, disampaikan materi Kesetaraan Gender dan Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual. (Dok UIN Walisongo) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Pengenalan terhadap isu kesetaraan gender dan darurat kekerasan seksual perlu dilakukan sejak dini, terutama kepada mahasiswa baru sebagai bagian dari pembentukan karakter dan pemahaman etika dalam kehidupan kampus.

Komitmen pimpinan dan civitas dalam mewujudkan perguruan tinggi responsif gender diwujudkan dalam bentuk kurikulum Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2025.

Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) sebagai salah satu pusat yang diamanahi untuk turut menciptakan kampus aman dan nyaman, memiliki relasi setara, adil gender, terhindar dari kekerasan seksual baik berupa fisik, verbal, tulisan, gambar, baik online maupun ofline.

Tanggung jawab moral ini tidak mungkin diwujudkan tanpa komitmen dan sinergi seluruh civitas akademika.

Pada Selasa (12/08/2025), disampaikan materi Kesetaraan Gender dan Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual dalam agenda PBAK 2025 yang diikuti oleh seluruh mahasiswa baru UIN Walisongo Semarang dengan jumlah 4295 dan terbagi menjadi dua ruangan, yaitu Auditorium 2 kampus 3 dengan narasumber Titik Rahmawati, Kepala Pusat Studi Gender dan Anak UIN Walisongo Semarang serta di Gedung Serba Guna dengan narasumber Nur Hasyim, M.A., dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, anggota Gender Fokal Poin UIN Walisongo Semarang serta Founder Aliansi Laki-laki Baru.

Kedua narasumber memulai dengan pertanyaan pemantik kepada peserta mengenai pernah tidaknya membincangkan gender sebelum masuk UIN Walisongo Semarang dan pernah tidaknya melihat atau mengalami kekerasan.

Baca juga: Dosen Dan Alumni UIN Walisongo Hadiri Makan Malam dengan Duta Besar Australia untuk Indonesia

Poin ini menjadi pembuka wawasan agar mahasiswa memahami bahwa keadilan dan kesetaraan gender meniscayakan tidak ada subordinasi (ketidakseimbangan kedudukan atau peran seseorang, dengan satu pihak ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dibandingkan pihak lain).

Marginalisasi (proses peminggiran atau pengucilan terhadap suatu kelompok atau individu dari akses terhadap sumber daya, kesempatan dan hak-hak yang seharusnya didapatkan), peran ganda atau double burden (beban pekerjaan yang diterima oleh seseorang lebih banyak dibandingkan yang lainnya tanpa ada kompensasi dan penghargaan).

Stereotype (prasangka atau penilaian terhadap seseorang yang didasarkan pada karakteristik tertentu), dan violence atau kekerasan (tindakan memaksa orang lain karena jenis kelaminnya atau karena gendernya untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya melalui paksaan, ancaman, penipuan, ekspektasi budaya, atau eksploitasi ekonomi).

Sementara kesetaraan gender dapat diukur dari pemberian akses, partisipasi, manfaat dan kontrol tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, dan relasi kuasa, budaya, suku, agama dan ras.

Komitmen menciptakan kampus kemanusiaan dan peradaban dimulai dari pembiasaaan perilaku saling menghargai, dukungan mengembangkan potensi dan mengubah mindset sesuai jargon al muhafadzh ala qodim al shalih wa al ahdzu bi al jaded al aslah.

Menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih maslahat.

Nur Hasyim juga menekankan bahwa kekerasan seksual merupakan bentuk pelanggaran HAM dan agama serta menyalahi Tri Etika kampus.

Sebagai wujud komitmen kuat pencegahan dan penanganan Kekerasan seksual, terdapat beberapa kebijakan baik yang dikeluarkan oleh pemerintah RI berupa UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab VI pasal 77 menjelaskan adanya sanksi pada dosen yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan di lembaga pendidikan.

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Nomor 12 Tahun 2022, Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2006 tentang Penetapan Unit Pelaksana, Tugas dan Fungsi Pengarusutamaan Gender di lingkungan Departemen Agama.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved