Dalam menutup pembelaannya, Ita membantah terhadap tiga dakwaan yang menyasarnya meliputi soal dakwaan proyek penunjukan langsung (PL), Ita menilai tidak menahu proses itu.
"Saya sebagai wali kota terlalu jauh struktur organisasinya dan juga camat sebagai pengguna anggaran. Apalagi saat itu, Yang Mulia, saya tidak mempunyai wakil wali kota sehingga banyak pekerjaan yang rumit di saat sisi lain banyak tugas-tugas yang harus saya selesaikan," tuturnya.
Kemudian soal dakwaan proyek fabrikasi meja kursi di Dinas Pendidikan, Ita juga mengaku tidak tahu menahu.
"Tidak ada satu pun arahan saya untuk mengurus kepada salah satu vendor atau pihak ketiga," terangnya.
Berkait dengan dakwaan ketiga soal suap Iuran Kebersamaan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Ita menyebut, tidak pernah meminta jatah dari iuran kebersamaan.
Ita mengakui, menerima jatah uang itu.
Namun, ia ketika itu tidak tahu-menahu sebagai wali kota yang baru menjabat.
"Kalau dalam bahasa Jawanya, saya tidak tahu lor kidulnya (tahu seluk beluknya). Intinya, saya tidak meminta, saya tidak memeras dari uang iuran kebersamaan," terang Ita.
Menurut Ita, sejumlah dakwaan yang ditujukan kepada dirinya hanya asumsi.
"Saksi hanya bilang katanya-katanya saja, tidak ada perintah tertulis dari saya," bebernya.
Oleh karena itu, Ita meminta kepada Majelis Hakim memberikan keputusan secara seadil-adilnya.
"Kami meminta kepada Majelis Hakim memberikan putusan seadil-adilnya dan seringan-ringannya," pinta Ita.
Kepentingan politik
Di sisi lain, Ita menyebut, kasusnya muncul tidak lepas dari konstelasi politik tahun 2024.
Dia mengeklaim, kasus korupsi yang menyeretnya bagian dari agenda politik karena nekat maju sebagai petahana Wali Kota Semarang.