"Perkara ini muncul karena sudah terisi konstelasi politik pada saat itu. Perkara ini juga dengan cepat proses-proses yang terjadi. Kalau dipikir pada akhir Desember 2023 belum selesai proses-proses tahun anggaran, tapi sudah ada penyelidikan dari tim KPK," jelas Ita.
Ita mengaku, ketika itu sudah diperingatkan oleh beberapa pihak agar jangan maju sebagai calon wali kota Semarang pada Pilkada 2024.
Ketika itu, dia menerima saran itu karena takut dengan risiko yang akan dihadapinya, meskipun saat itu elektabilitasnya tertinggi di Kota Semarang.
"Tapi karena ada penugasan dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Mega, saya kembali diminta untuk mencalonkan wali kota periode mendatang," terangnya.
Tak lama selepas memutuskan diri maju menjadi wali kota, Ita ditetapkan tersangka, menjelang mendapatkan rekomendasi partai.
"Ini yang mungkin masyarakat tidak tahu bahwa seolah-olah karena saya tersangka tidak dapat rekomendasi. Padahal ketika itu saya sudah matur kepada Ibu Mega bahwa saya tidak jadi mencalonkan dan saya siap untuk tidak mendapatkan rekomendasi," imbuhnya.
Namun, lanjut Ita, sebenarnya didorong oleh Megawati untuk tetap maju menjadi calon wali kota, tetapi dia tahu diri sehingga menolak pencalonan tersebut.
"Ironisnya, yang membuat saya menjadi tersangka terdakwa adalah hal-hal yang tidak tahu sebelumnya, yakni tiga dakwaan berupa penunjukan langsung, fabrikasi, dan Iuran Kebersamaan," katanya.
Tuntutan
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut hukuman 6 tahun penjara untuk Mbak Ita, dan 8 tahun penjara untuk suaminya, Alwin Basri.
Keduanya juga dituntut membayar denda Rp 500 juta serta pencabutan hak politik untuk menduduki jabatan publik selama dua tahun setelah menjalani hukuman.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa 1 Hevearita Gunaryati Rahayu dan terdakwa 2 Alwin Basri untuk tidak menduduki jabatan publik selama dua tahun terhitung sejak para terdakwa selesai menjalani masa pemidanaan," ujar jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, pada 30 Juli lalu.
Jaksa menilai bahwa perbuatan para terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah soal korupsi," ujar Wawan.
Ita dan Alwin didakwa dalam tiga proyek yang berbeda yakni pengadaan meja dan kursi di Dinas Pendidikan Kota Semarang, proyek pembangunan di 16 kecamatan Total dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 9 miliar.
Sidang perdana kasus ini telah digelar, sejak 21 April, dan mendapat sorotan publik karena melibatkan kepala daerah aktif yang kemudian diberhentikan sementara akibat proses hukum. (iwn)
Baca juga: "Kami Dijebak!": Pembelaan Mbak Ita dan Suami Ungkap Nama Kepala Bapenda Semarang Indriyasari