Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Purbalingga

Ironi Petani Gemuruh Purbalingga: Berada di Hulu Tapi Sulit Dapat Air, Ternyata Ini Penghambatnya

Para petani di Desa Gemuruh, Purbalingga, sempat heboh dengan kebijakan penambahan debit air ke PDAM dari sumber air Limpak Dau.

TRIBUNJATENG/Farah Anis Rahmawati
SUMBER AIR — Foto kanan-kiri: Suasana di sumber air Limpak Dau yang terletak di Desa Munjul, Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga, Rabu (17/9/2025) dan Hafidhah Khusniyati, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Purbalingga saat dijumpai di kantornya, Rabu (17/9/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA — Para petani di Desa Gemuruh, Purbalingga, sempat heboh dengan kebijakan penambahan debit air ke PDAM dari sumber air Limpak Dau.

Sumber air tersebut diketahui mengaliri 14 desa di Kabupaten Purbalingga

Namun meskipun demikian, para petani mengaku masih kesulitan untuk mendapatkan pasokan air, sehingga mereka pun menolak kebijakan tersebut. 

Baca juga: Prodi Informatika UIN Saizu Resmi Buka Kegiatan Ruang Kolaborasi X Invest 2025 di Purbalingga

Mereka khawatir, dengan ditambahnya debit air ke PDAM, pasokan air yang seharusnya masuk ke pertanian akan berkurang. 

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Purbalingga, Hafidhah Khusniyati, menyebut masalah utama bukan pada debit air, melainkan pada kondisi saluran irigasi yang belum optimal.

“Desa Gemuruh itu posisinya paling hulu, harusnya paling makmur. Tapi kenyataannya, petani justru kesulitan air karena irigasinya belum berfungsi baik,” jelasnya kepada Teibunbanyumas.com, Rabu (17/9/2025). 

Dinas Pertanian mencatat ada tiga kelompok tani yang terdampak, yakni Sri Rahayu 1, 2, dan 3.

Kondisi terparah dialami Sri Rahayu 1 dengan lahan 50-60 hektare.

Saat musim kemarau, sawah mereka bisa benar-benar kering dan menimbulkan kerugian besar.

Hafidhah menambahkan, kerusakan irigasi terjadi di saluran sekunder yang menjadi kewenangan Dinas PUPR. 

Sementara kewenangan Dinas Pertanian hanya pada saluran tersier dan perpompaan.

“Kalau sekunder belum baik, percuma membangun tersier. Tidak akan optimal,” katanya.

Masalah lain, kata Hafidhah, adalah vakumnya kepengurusan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Desa Gemuruh selama tiga tahun terakhir.

Kondisi ini membuat koordinasi antara petani dan instansi terkait sulit dilakukan.

“Kalau ada P3A, sebenarnya bisa lebih mudah mengatur giliran air dan komunikasi dengan PDAM. Tapi karena tidak ada pengurus, akhirnya koordinasi macet,” ungkapnya.

Baca juga: Tak Berfungsi Optimal, Fire Hydrant di Purbalingga Hanya Jadi Monumen

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved