Nasional
Beda Nasib Uya Kuya Dengan Sahroni dan Eko Patrio, Putusan MKD DPR RI Dibacakan
Nasib berbeda dialami Uya Kuya dibandingkan dengan Sahroni dan Eko Patrio dalam putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Penulis: Val | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM - Nasib berbeda dialami Uya Kuya dibandingkan dengan Sahroni dan Eko Patrio dalam putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
MKD DPR RI membacakan putusan terhadap lima anggota dewan nonaktif, yakni Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Kelimanya sebelumnya diadukan ke MKD terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Baca juga: Lama Menghilang, Ahmad Sahroni Resmi Sandang Gelar Doktor Ilmu Hukum
Dugaan pelanggaran etik kelimanya masing-masing tercatat lewat perkara Nomor 39/PP/IX/2025, 41/PP/IX/2025, 42/PP/IX/2025, 44/PP/IX/2025, dan 49/PP/IX/2025.
Adies Kadir diadukan atas pernyataan terkait tunjangan anggota DPR RI yang keliru dan menimbulkan reaksi luas dalam masyarakat.
Nafa Urbach dilaporkan karena hedon dan tamak terkait pernyataannya merespons kenaikan tunjangan DPR RI.
Kemudian, Surya Utama alias Uya Kuya dan Eko Patrio diadukan ke MKD DPR karena dianggap merendahkan DPR lantaran berjoget di Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025.
Sedangkan Ahmad Sahroni dilaporkan karena menggunakan diksi tidak pantas di hadapan publik, yakni penggunaan kata “tolol”.
Putusan MKD diambil setelah mempertimbangan keterangan dari saksi Deputi Persidangan Setjen DPR RI Suprihartini, Koordinator orkestra pada sidang tahunan Letkol Suwarko, ahli kriminologi Prof. Dr. Adrianus Eliasta, ahli hukum Dr. Satya Arinanto, ahli sosiologi Trubus Rahardiansyah, ahli analisis perilaku Gusti Aju Dewi, dan Wakil Koordinator Wartawan Parlemen Erwin Siregar.
Berikut putusan lengkap terhadap lima anggota DPR RI periode 2024-2029 tersebut.
1. Adies Kadier Tak Langgar Etik
MKD dalam putusannya menyatakan Teradu 1, yakni Adies Kadir tidak terbukti melanggar kode etik.
"Dengan ini MKD memutuskan dan mengadili sebagai berikut: menyatakan teradu satu, Adies Kadir, tidak terbukti melanggar kode etik,” kata Wakil Ketua MKD DPR RI Adang Darajatun.
Meskipun demikian, MKD mengingatkan Adies Kadir agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi saat sesi wawancara dengan awak media.
“Meminta teradu satu, Adies Kadir, untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi, serta menjaga perilaku untuk ke depannya.
Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak putusan ini dibacakan," ujar Adang.
Dengan keputusan tersebut, maka MKD menyatakan bahwa Wakil Ketua DPR RI itu aktif kembali atau bisa menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat kembali.
Dalam pertimbangannya, MKD menilai pernyataan Adies perihal sejumlah kenaikan tunjangan DPR RI, tidak memiliki niat buruk.
Apalagi, MKD menyebut, Adies sudah meralat pernyataannya yang menimbulkan kontroversi di publik tersebut.
"Terkait gaji dan tunjangan DPR yang tidak tepat namun sudah diralat oleh teradu satu Adies Kadir, maka mahkamah berpendapat bahwa tidak memiliki niat untuk menghina atau melecehkan siapapun," kata Wakil Ketua MKD, Imron Amin.
Namun, MKD mengingatkan kepada Adies Kadir agar ke depannya lebih cermat saat memberikan kepada media.
MKD menyebut, Adies Kadir harus melengkapi pernyataannya kepada media dengan data yang benar.
"Namun demikian, Teradu 1 (Adies Kadir) harus diingatkan agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan keterangan kepada media apabila dimintai keterangan atau wawancara doorstop yang cenderung teknis, agar teradu satu menyiapkan bahan yang lengkap dan akurat," ujar Imron.
Sebelumnya, Adies Kadir dalam wawancara dengan awak media pada 19 Agustus 2025, mengungkapkan sejumlah kenaikan tunjangan yang diterima Anggota DPR RI, seperti beras dan bensin Bahkan, Adies juga bicara soal tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta yang diterima oleh anggota dewan.
Menurut perhitungan dia, angka tersebut masih kurang untuk biaya sewa tempat tinggal selama satu bulan.
Pernyataan Adies tersebut langsung memicu kemarahan publik di tengah situasi ekonomi yang sulit.
Namun, Adies Kadir langsung meralat ucapannya dengan menyebut tidak ada kenaikan tunjangan bagi anggota DPR RI.
2. Nafa Urbach Dinonaktifkan Selama 3 Bulan
Berbeda dengan Adies Kadir, politikus Partai Nasdem, Nafa Urbach dinyatakan MKD terbukti melanggar kode etik sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD RI jo Pasal 2 Ayat 2 dan 4 jo Pasal 3 ayat 4 jo Pasal 5 Ayat 2 jo Pasal 9 ayat 1 Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2015 tentang Kode Etik.
Oleh karenanya, terhadap Nafa Urbach dijatuhi sanksi berupa penonaktifan sebagai anggota DPR RI selama tiga bulan.
“Menyatakan teradu dua, Nafa Urbach, nonaktif selama 3 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan, yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Nasdem," kata Adang.
Kemudian, selama dinonaktifkan, MKD memutuskan Nafa Urbach tidak mendapatkan hak keuangan sebagai anggota dewan.
Selain itu, MKD juga meminta Nafa Urbach berhati-hati dalam menyampaikan pendapat serta menjaga perilaku untuk ke depannya.
Pasalnya, pernyataan Nafa Urbach yang memberikan respons atas pemberian tunjangan rumah untuk anggota dewan sebesar Rp 50 juta per bulan, dinilai tidak sesuai etika dan bisa memicu reaksi publik yang luas.
Meskipun, dalam pertimbangan MKD, tidak ditemukan niat buruk dalam pernyataan Nafa Urbach.
“Mahkamah berpendapat bahwa tidak terlihat niat Teradu 2, Nafa Urbach, untuk menghina atau melecehkan siapa pun. Respons publik yang marah kepada Teradu 2 tidak mungkin terjadi apabila tidak ada penyebaran berita bohong soal anggota DPR RI yang berjoget karena kenaikan gaji,” ujar Imron Amin.
Namun, MKD menilai Nafa Urbach tetap memiliki tanggung jawab untuk memahami sensitivitas publik sebelum menyampaikan pernyataan di ruang terbuka, terutama menyangkut isu kesejahteraan pejabat negara.
“Namun demikian, Nafa Urbach harus berhati-hati dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Harus lebih peka dalam melihat situasi dan konteks kondisi sosial,” kata Imron.
Sebelumnya, melalui akun TikTok-nya, Nafa Urbach menyatakan bahwa tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta bukan kenaikan fasilitas, melainkan kompensasi atas rumah jabatan yang kini tak lagi diberikan oleh negara.
"Itu bukan kenaikan, itu tuh kompensasi untuk rumah jabatan. Rumah jabatan yang sekarang ini sudah tidak ada, jadi rumah jabatan itu sudah dikembalikan ke pemerintah,” kata Nafa Urbach melalui siaran langsung di akun media sosialnya. Nafa lalu menjelaskan bahwa tidak semua anggota DPR berasal dari Jakarta.
Oleh karena itu, memerlukan tempat tinggal dekat kantor agar bisa menjalankan tugasnya secara efektif.
Dia bahkan sempat menyinggung lokasi tempat tinggalnya sendiri di Bintaro, yang menurutnya penuh kemacetan saat menuju kantor DPR di Senayan.
"Dewan itu tidak dapat rumah jabatan, dikarenakan banyak sekali anggota dewan yang dari luar kota, banyak sekali anggota dewan yang kontrak di dekat senayan, supaya memudahkan mereka untuk ke DPR, ke kantor," ujar Nafa.
"Saya aja yang tinggalnya di Bintaro, itu macetnya tu luar biasa,” katanya lagi. Namun, pernyataan Nafa Urbach tersebut menimbulkan reaksi publik karena dinilai tidak peka terhadap kondisi perekonomian masyarakat yang sedang sulit.
3. Uya Kuya Aktif Kembali
Sementara itu, Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik DPR RI. Oleh karenanya, MKD memutuskan untuk memulihkan nama baik dan kedudukan Uya Kuya sebagai anggota DPR RI.
“Menyatakan Teradu 3, Surya Utama, tidak terbukti melanggar kode etik. Menyatakan teradu tiga, Surya Utama, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak keputusan ini dibacakan,” ujar Adang.
Dalam pertimbangan yang dibacakan Wakil Ketua MKD Imran Amin, majelis berpandangan bahwa aksi Uya Kuya berjoget saat Sidang Tahunan MPR RI tidak memiliki niat merendahkan lembaga negara ataupun pihak mana pun.
Sebaliknya, Wakil Ketua MKD, Imron Amin menyebut bahwa kemarahan publik kepada aksi joget Uya Kuya lantaran adanya berita bohong.
“Mahkamah berpendapat tidak ada niat Teradu 3 Surya Utama untuk menghina atau melecehkan siapa pun. Kemarahan pada Teradu 3 terjadi karena adanya berita bohong bahwa teradu tiga Surya Utama berjoget karena kenaikan gaji,” kata Imron.
Imron menjelaskan, sejumlah video Uya Kuya yang beredar di media sosial dan memicu kecaman publik ternyata merupakan konten lama atau tidak terkait dengan sidang.
Menurut dia, video-video lama itu disunting dan disebarkan ulang seolah-olah sebagai bentuk respons terhadap kritik publik atas tunjangan dan gaji DPR RI.
“Bahwa setelah melihat video-video teradu tiga Surya Utama di berbagai lokasi seolah menghina para pengkritiknya yang ternyata adalah video berisi berita bohong,” ujar Imran.
“Mahkamah berpendapat bahwa Surya Utama justru adalah korban pemberitaan bohong,” katanya lagi.
Kendati demikian, MKD menyayangkan tindakan Uya Kuya yang seharusnya bisa langsung mengklarifikasi beredarnya kesalahan informasi mengenai dirinya.
4. Eko Patrio Dinonaktifkan Selama 4 Bulan
Berbeda dengan Uya Kuya, rekan satu partainya yang juga berjoget saat Sidang Tahunan MPR RI, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dinyatakan melanggar kode etik DPR.
Eko Patrio dinyatakan melanggar Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD RI jo Pasal 2 Ayat 2 dan 4 jo Pasal 3 ayat 4 jo Pasal 5 Ayat 2 jo Pasal 9 ayat 1 Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2015 tentang Kode Etik.
Oleh karenanya, MKD menjatuhkan hukuman terhadap Eko Patrio berupa penonaktifan sebagai Anggota DPR RI selama empat bulan.
“Menyatakan teradu 4 Eko Hendro Purnomo terbukti melanggar kode etik DPR RI. Menghukum teradu 4 Nonaktif selama empat bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Amanat Nasional,” kata Adang Daradjatun.
Kemudian, terhadap Eko Patrio juga diputuskan tidak mendapatkan hak keuangan selama dinonaktifkan sebagai anggota dewan.
Dalam pertimbangannya, MKD menilai bahwa tidak ada niat dari Eko Patrio untuk menghina atau melecehkan siapa pun terkait aksinya berjoget dalam Sidang Tahunan MPR RI tanggal 15 Agustus 2025. Selain itu, MKD menyebut, aksi joget yang dilakukan Eko Patrio bukan untuk merespons adanya kenaikan gaji anggota DPR RI.
Sebab, menurut MKD, berdasarkan rekaman dari Sidang Tahunan MPR tersebut, tidak ada pengumuman kenaikan gaji atau tunjangan DPR.
Namun, majelis MKD berpandangan bahwa reaksi parodi yang disampaikan Eko Patrio setelah viral aksi jogednya kurang tepat karena bersifat defensif. Oleh karena itu, terhadap Eko Patrio diperintahkan juga untuk berhati-hati dalam memberikan pendapat di muka umum.
Eko Patrio sempat membuat publik kesal karena mengunggah video parodi untuk membalas kritik publik atas sejumlah anggota dewan yang berjoget setelah Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo Subianto, sementara situasi masyarakat sedang sulit.
Melalui akun TikTok pribadinya @ekopatriosuper, Eko Patrio mengunggah sebuah video parodi yang menampilkan dirinya sedang berakting menjadi DJ yang menyetel musik dengan sound horeg.
"Biar jogednya lebih keren pakai sound ini aja," tulis Eko.
Namun, akhirnya, Eko Patrio menyampaikan permintaan maaf atas video parodinya tersebut. Meski sudah meminta maaf, perbuatan Eko dinilai berkontribusi pada eskalasi kemarahan publik yang mengkritik kenaikan tunjangan anggota DPR RI.
5. Ahmad Sahroni Dinonaktifkan Selama 6 Bulan
Hukuman etik paling berat diberikan kepada politikus Partai Nasdem, Ahmad Sahroni. MKD menyatakan Sahroni terbukti melanggar kode etik sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD RI jo Pasal 2 Ayat 2 dan 4 jo Pasal 3 ayat 4 jo Pasal 5 Ayat 2 jo Pasal 9 ayat 1 Peraturan DPR RI Nomor 1 tahun 2015 tentang Kode Etik.
"Menghukum Teradu 5 Ahmad Sahroni nonaktif selama 6 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan sebagaimana keputusan DPP Nasdem," ujar Adang Daradjatun. Sama seperti Nafa Urbach dan Eko Patrio, Sahroni juga tidak mendapatkan hak keuangan anggota DPR RI selama nonaktif.
Dalam pertimbangannya, MKD menilai, Sahroni memilih kalimat yang tidak pantas dan bijaksana saat menanggapi wacana pembubaran DPR RI.
Menurut MKD, seharusnya Sahroni memberikan tanggapan dengan pemilihan kata-kata yang lebih bijaksana
“Teradu 5 Ahmad Sahroni harusnya menanggapi dengan pemilihan kalimat yang pantas dan bijaksana,” ujar Imron Amin.
Sebelumnya, Sahroni memang menanggapi desakan pembubaran DPR dengan pemilihan kata yang kurang pantas sehingga memicu kemarahan publik.
Dalam kunjungan kerja di Polda Sumatera Utara pada 22 Agustus 2025, Sahroni menyebut, desakan untuk membubarkan DPR adalah sikap yang keliru.
Bahkan, Sahroni menyebut pandangan tersebut sebagai mental orang tolol. Dia pun mengingatkan bahwa boleh saja mengkritik DPR, termasuk mencaci maki dan komplain.
"Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak bodoh semua kita," ujar Sahroni saat itu.
Sebelumnya, respons Adies Kadir, Nafa Urbach, dan Ahmad Sahroni terkait pemberitaan kenaikan gaji dan tunjangan DPR RI dinilai memancing kemarahan publik.
Di sisi lain, aksi Uya Kuya dan Eko Patrio yang berjoget saat Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025, juga dinilai tidak peka terhadap kondisi perekonomian masyarakat yang sedang sulit.
Akibatnya, masyarakat menggelar unjuk rasa memprotes kenaikan tunjangan anggota DPR RI pada 25 Agustus lalu. Unjuk rasa kemudian berlanjut pada 28 Agustus, hari di mana driver ojek online (Ojol) Affan Kurniawan meninggal setelah dilindas mobil Brimob. (*)
Sumber: kompas.com
| Berapa Harga Bensin BOBIBOS? BBM Nabati Diklaim Ramah Lingkungan Baru Diluncurkan |
|
|---|
| Bahasa Indonesia Bakal Mendunia, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Siap Berpidato di Forum UNESCO |
|
|---|
| Roy Suryo Sebut Rumah Pensiun Jokowi Rp 200 Miliar: Itu Menyalahi Undang-undang |
|
|---|
| Menbud Fadli Zon Beberkan Tiga Bukti Indonesia Sebagai Pusat Peradaban Purba |
|
|---|
| "Bukan Cari Laba" Jokowi Buka Suara Soal Polemik Kereta Cepat Woosh yang Terus Merugi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20250901_gaji.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.