Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Readers Note

Bermain Jadi Cara Paling Cerdas Mendidik Anak Usia Dini

Di sisi lain, sebagian orang tua bangga karena anaknya yang masih berusia empat tahun sudah bisa membaca atau berhitung.

Editor: iswidodo
tribunjateng/dok pribadi
Bryan Evanson Sakul penulis artikel magister psikologi UNIKA 

Sayangnya, banyak orang dewasa justru tanpa sadar merenggut hak alami itu. Anak-anak dipaksa belajar dengan cara pandang orang dewasa: duduk di kursi, memegang pensil, dan mengejar nilai akademis. Anak-anak yang terlalu dibebani tuntutan akademik sering kehilangan semangat alami untuk bereksplorasi. Mereka belajar untuk takut salah, bukan untuk berani mencoba. Dalam jangka panjang, tekanan seperti ini membuat anak kehilangan kepercayaan diri dan rasa cinta terhadap proses belajar itu sendiri.

Di sinilah peran orang tua menjadi sangat penting. Anak tidak membutuhkan mainan mahal, tetapi membutuhkan teman bermain yang penuh perhatian. Waktu bermain bersama anak, meskipun singkat, bisa menjadi momen yang paling berharga dan diingat anak sepanjang hidupnya. Saat orang tua ikut bermain, mereka tidak hanya menemani, tetapi membangun kelekatan emosional yang menjadi dasar rasa percaya diri anak. 

Dalam pelukan dan tawa orang tua, anak belajar bahwa dunia adalah tempat yang aman untuk tumbuh dan belajar. Selain keluarga, pemerintah dan masyarakat luas juga memiliki tanggung jawab besar. Perlu lebih banyak ruang terbuka hijau, taman, dan fasilitas yang ramah anak. 

Teman Sebaya

Ketika anak-anak bermain bersama teman sebayanya, mereka belajar tentang aturan, peran, dan kerja sama, semua itu membentuk kepribadian sosial mereka. Di tengah dunia yang sibuk dan kompetitif, bermain sering dianggap sepele, padahal justru dari aktivitas sederhana inilah lahir kecerdasan emosional. Bermain membangun keseimbangan antara pikiran dan perasaan, antara otak kiri dan otak kanan, serta antara logika dan empati. Anak yang bermain dengan gembira akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dan kreatif. 

Di balik setiap permainan sederhana tersimpan proses belajar yang jauh lebih mendalam daripada sekadar nilai di rapor. Bermain membuat anak siap menghadapi masa depan, bukan karena ia tahu banyak hal, tetapi karena ia memiliki rasa ingin tahu yang tak pernah padam.

Karena itu, sudah saatnya kita mengembalikan hak anak untuk bermain. Orang tua perlu berhenti merasa bersalah ketika anak “hanya bermain,” karena di sanalah sebenarnya mereka sedang bekerja paling keras untuk tumbuh. Sekolah perlu melihat bermain bukan sebagai gangguan, tetapi sebagai inti dari pendidikan. Masyarakat pun perlu menyediakan ruang agar anak dapat tertawa, berlari, dan berimajinasi tanpa rasa takut. Masa depan anak dimulai dari hal sederhana: satu jam bermain yang penuh makna setiap hari.

Bermain bukanlah lawan dari belajar, ia adalah bentuk belajar paling mendalam. Seperti dikatakan Froebel, “bermain adalah ekspresi tertinggi perkembangan manusia.” Melalui bermain, anak menemukan dunia, membentuk karakter, dan membangun kecerdasan. Maka, ketika kita memberi anak waktu untuk bermain, kita sebenarnya sedang memberi mereka masa depan. Sebab dari permainan yang sederhana itulah tumbuh generasi yang bahagia, berdaya, dan mencintai kehidupan.

Pernahkah kita sebagai orang dewasa (baik sebagai orang tua, tenaga pendidik, ataupun masyarakat luas) melihat anak yang murung, terlihat lesu/ tidak bersemangat, atau lebih senang bermain gawai dibandingkan bermain bersama teman-teman, dan juga lebih mudah marah/ tantrum. Apabila kondisi seperti ini sudah terjadi dalam jangka waktu lebih dari satu bulan berturut-turut, maka sebagai orang tua, guru, atau bahkan keluarga dan masyarakat, bisa segera memberikan penanganan lebih lanjut. 

Waktu Bermain

Orang tua maupun guru dapat memberikan waktu khusus untuk bermain bersama anak, dimana waktu tersebut dikhususkan untuk anak tanpa adanya gangguan lain, seperti HP, TV. usahakan untuk memberikan perhatian penuh saat bermain dengan anak, saat bermain biarkan anak yang memilih kegiatan tanpa adanya koreksi atau komentar negatif dari orang tua maupun guru. Buat waktu bermain bersama anak sebagai waktu yang khusus, agar anak merasa kegiatan bermain bersama orang tua maupun guru adalah kegiatan yang istimewa. 

Orang tua juga bisa membatasi penggunaan gawai bagi anak usia dini (menurut WHO, durasi maksimal penggunaan screen time pada anak adalah 60 menit setiap harinya). Memberikan aktivitas fisik terarah bagi anak, hal ini juga terbukti dapat membuat anak lebih sehat, fokus, dan meningkatkan kemampuan kognitifnya. Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah berjalan di taman, bermain lempar tangkap bola, bermain sepeda, berenang, gerakan gymnastic dan yoga. 

Orang tua dan guru juga diharapkan berkonsultasi dengan pihak profesional untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk anaknya. Bisa melalui konsultasi dengan Psikolog, Dokter Tumbuh Kembang, maupun konselor. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved