Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Jejak Panjang Anak Sekolah di Jalanan: Dari Bomber Jiwa hingga Aksi Demo Era Prabowo

Anak sekolah kerap dipandang sebagai kelompok usia yang seharusnya berfokus pada belajar.

Penulis: budi susanto | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Budi Susanto
BAWA BENDERA - Ilustrasi pelajar dan peserta aksi menyuarakan aspirasi. (Dok TRIBUN JATENG/BUDI SUSANTO) 

Pada Februari 2025, mahasiswa di berbagai kota menggelar aksi bertajuk “Indonesia Gelap” menolak pemangkasan anggaran pendidikan. Sejumlah pelajar SMA ikut aksi di Yogyakarta dan Medan.

Di Papua, ratusan pelajar SMA Wamena menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG), menuntut pendidikan gratis. Aksi berujung bentrok dengan aparat dan penggunaan gas air mata. 

Sementara di Jakarta, Agustus 2025, polisi mencegah 120 pelajar yang diduga terprovokasi lewat medsos untuk ikut demo buruh di depan DPR.

Sosiolog Soegijapranata Catholic University (SCU), Hermawan Pancasiwi, menilai fenomena anak sekolah ikut aksi saat ini berbeda dari masa lalu. 

“Terus terang ini mengagetkan sekaligus memprihatinkan.

Banyak anak SMP, bahkan perempuan, ikut aksi rusuh. Di Solo, yang ditangkap rata-rata bukan warga setempat,” ujarnya kepada Tribun Jateng, Kamis (4/9/2025).

Hermawan menyebut ada desain mobilisasi massa yang sengaja melibatkan anak-anak karena dianggap lebih murah, lebih berani, dan terlindungi undang-undang. 

“Ada dua kejahatan sekaligus. Pertama, menciptakan kerusakan. Kedua, menyesatkan anak-anak. Itu yang membuatnya sangat jahat dan tidak masuk akal,” tegasnya.

Ia membandingkan dengan Reformasi 1998. “Kalau dulu jelas, yang turun mahasiswa dan orang-orang yang tahu betul apa yang mereka lakukan.

Sekarang, anak SMP ikut rusuh karena iming-iming uang atau ajakan teman,” ujarnya.

Sejarah panjang menunjukkan pola yang berubah. Pada era kemerdekaan, pelajar adalah pejuang bersenjata, seperti Bomber Jiwa. 

Pada era Soeharto, pelajar ikut arus mahasiswa, sebagian jadi korban. Pada era Prabowo, pelajar lebih mandiri, kritis, tapi juga rentan dimobilisasi.

Fenomena ini menegaskan satu hal, anak sekolah selalu hadir dalam dinamika politik bangsa.

Namun, peran mereka kini dipertanyakan antara idealisme dan eksploitasi.

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved