Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sidang Kasus Kematian Dokter Aulia

Taufik Terdakwa Kasus Pemerasan Berujung Maut PPDS Undip Melawan, Sebut Pungutan BOP Sejak 2003

Terdakwa kasus dugaan pemerasan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
Tribunjateng/Iwan Arifianto
PEMBELAAN - Sebanyak tiga terdakwa kasus PPDS Undip mengikuti persidangan dengan agenda pembelaan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (17/9/2025). 

"Penentuan besaran honor tersebut tidak ada keterlibatan dari terdakwa," ucapnya.

Begitupun soal pengelolaan uang residen oleh Sri Maryani, staf administrasi Prodi PPDS Anestesia Undip yang juga berstatus sebagai terdakwa dalam kasus ini.

Paulus merinci, Maryani telah mengelola dana BOP sejak 2014.

Artinya, jauh sebelum Taufik menjadi Kaprodi PPDS Anestesi Undip pada 2018.

"Taufik tidak memerintahkan Sri Maryani dalam mengelola uang BOP residen tersebut," bebernya.

Sementara, dua terdakwa lainnya Sri Maryani dan Zara Yupita Azra juga menolak sejumlah dakwaan dari JPU soal dugaan pemerasan dan intimidasi dalam kasus PPDS Undip tersebut.

Sebagaimana diberitakan, jaksa menyatakan tuntunan berbeda terhadap Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani dua terdakwa kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari.

Taufik Eko Nugroho mantan kepala Prodi PPDS Undip dituntut hukuman pidana selama 3 tahun penjara.

Tuntutan jaksa lebih rendah terhadap terdakwa Sri Maryani mantan staf administrasi di Prodi PPDS Anestesi Undip yang dituntut 1 tahun 6 bulan penjara.

Jaksa menilai, perbedaan tuntutan tersebut karena Taufik berperan memberikan perintah kepada Sri Maryani.

Selain itu, tuntutan Taufik lebih berat lantaran tidak mengakui perbuatannya dan cenderung menyalahkan Sri Maryani. 

Kedua terdakwa dituntut sesuai pasal 368 ayat 2 junto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dua terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani melakukan tindakan pemerasan secara ilegal melalui skema Biaya Operasional Pendidikan (BOP) terhadap para mahasiswa residen dari tahun 2018 hingga 2023.  

Selama kurun waktu tersebut, mereka mampu mengumpulkan uang sebesar Rp2,49 miliar.

Pembayaran ini tidak menggunakan rekening kampus melainkan rekening atas nama Sri Mariyani.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved