Berita Pendidikan
Soroti Pendidikan Islam di Belanda, Prof Muslih Jadi Guru Besar UIN Walisongo
Prof Muslih dikukuhkan sebagai guru besar Pendidikan Agama Islam dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Walisongo Semarang.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: moh anhar
Pertama, yang disampaikan secara informal di sekolah seperti madrasah diniyah.
Kedua, agama Islam yang disampaikan di sekolah publik.
Misalnya disampaikan di sekolah Katolik. Namun demikian, hanya sebatas kesarjanaan saja, bukan lebih pada agama yang dijalankan untuk panutan hidup.
"Yang ketiga sekolah berbasis Islam. Ini yang diperjuangkan," tegasnya.
Beruntungnya, warga Muslim yang bersekolah di sekolah Islam tersebut disubsidi negara 100 persen.
Lantaran mereka rata-rata memiliki penghasilan menengah ke bawah, sehingga rata-rata mendapatkan subsidi dua kali lipat lebih besar ketimbang yang diterima anak-anak asli kelahiran Belanda.
"Dapat dikatakan bahwa secara umum sekolah Islam masih tertinggal di belakang sekolah publik Belanda dalam hal prestasi kinerja.
Baca juga: Alat Pengolah CPO dari Kudus Hasilkan Bensin Berkualitas Tinggi
Baca juga: Jadwal Timnas Putri Indonesia Vs Filipina Piala Asia Wanita, Garuda Pertiwi Dipastikan Gugur
Baca juga: Miliki Aset Rp 10 Miliar, Bupati Wihaji Minta UPK DAPM Mukti Reban Kembangkan Usaha
Penyelidikan yang dilakukan oleh Inspektorat Pendidikan membuktikan bahwa sekolah dasar Islam memiliki kekurangan yang cukup serius, di antaranya kualitas pendidikan yang tidak memadai dan salah urus keuangan," katanya.
Namun demikian, Prof Muslih menuturkan, sekolah dasar Islam di Belanda telah belajar dari penilaian negatif Inspektorat Pendidikan.
Seiring berjalannya waktu, mereka meningkatkan diri untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dan beberapa sekolah sekarang telah melakukannya dengan baik.
Bukan sekadar formalitas
Prof Muslih menegaskan, warga muslim sebagai minoritas di Belanda pada awalnya kesulitan untuk mendapatkan pelayanan pendidikan, terutama tentang agama.
Sebetulnya, ada pendidikan agama yang disampaikan di sekolah umum di sana. Namun, para orangtua warga Islam ingin agar materi agama disampaikan tidak hanya sebagai formalitas.
Mereka ingin agar pembelajaran Islam disampaikan secara mendalam dan komprehensif.
Namun, berjalannya waktu, pemerintah setempat memperbolehkan adanya pendirian lembaga pendidikan Islam.
"Mereka (warga Muslim) posisinya warga minoritas. Mereka ingin anak-anaknya mendapatkan ajaran agama sebagai budaya dan tradisi yakni Islam, meskipun hidup di negara sekuler," kata Prof Muslih, Senin (24/1/2022).
Menurutnya, tuntutan agar pemerintah memperbolehkan pendirian sekolah menguat setelah masyarakat Muslim merasa bahwa sudah berjasa terhadap pembangunan di Negeri Kincir Angin tersebut.
Selain itu, jumlah warga Muslih semakin bertambah. Saat ini ada sekitar 400 ribu.
Prof Muslih menuturkan, penyampaian agama Islam ada tiga macam.
Pertama, yang disampaikan secara informal di sekolah seperti madrasah diniyah.
Kedua, agama Islam yang disampaikan di sekolah publik.
Misalnya disampaikan di sekolah Katolik.
Namun demikian, hanya sebatas kesarjanaan saja, bukan lebih pada agama yang dijalankan untuk panutan hidup.
"Yang ketiga sekolah berbasis Islam. Ini yang diperjuangkan," tegasnya.
Prof Muslih mengatakan berdasarkan data terakhir, saat ini sekolah dasar Islam di Belanda sudah ada sebanyak 45.
Jika dibandingkan dengan jumlah sekolah yang ada di negeri ini, yakni 6.000 persentasenya sangat kecil.
Baca juga: Matt White Artis Cilik Meninggal, Dokter Sebut Anak Derita Diabetes Lebih Berbahaya Dibanding Dewasa
Baca juga: Isi Audiensi Pengusaha Kereta Kelinci dan Polisi di Pati
Beruntungnya, warga Muslim yang bersekolah di sekolah Islam tersebut disubsidi negara 100 persen.
Lantaran mereka rata-rata memiliki penghasilan menengah ke bawah, sehingga rata-rata mendapatkan subsidi dua kali lipat lebih besar ketimbang yang diterima anak-anak asli kelahiran Belanda.
Masyarakat Muslim di Belanda rata-rata dari Turki dan Maroko.
Mereka pindah ke Belanda sudah bertahun-tahun lamanya. (*)