Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Kisah Pedagang Kopi Keliling Selama 32 Tahun Jualan di Kota Semarang

Selama menjadi pedagang kopi keliling di Kota Semarang sejak 1991 hingga saat ini, Nurdiyanto merasakan suka maupun dukanya.

Tribun Jateng/ Muhammad Fajar Syafiq Aufa
Tampak Nurdiyanto sedang mengiling kopi, mengunakan alat giling tradisional. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Selama menjadi pedagang kopi keliling di Kota Semarang sejak 1991 hingga saat ini, Nurdiyanto merasakan suka maupun dukanya.

Nurdiyanto merupakan Warga Kabupaten Kebumen yang berprofesi sebagai pedagang kopi keliling di Kota Semarang

dia megaku telah menjadi pedagang kopi di Semarang sejak tahun 1991.

Namun sebelum itu ia juga telah berjualan kopi di Semarang bersama bapaknya pada tahun 1986.

Baca juga: Catat Tanggalnya! Berikut Jadwal Pasar Imlek Semawis Semarang yang Digelar di Pecinan

Baca juga: Pemkot Semarang Bakal Percantik Kali Semarang, Mbak Ita: Konsepnya Waterfront City

Selama kurang lebih 32 tahun berjualan Kopi nusantara di Semarang, dirinya merasakan suka maupun duka.

"Banyak sekali suka dukanya. Dukanya kalau mau berangkat ban sepedanya bocor, pernah nuntun dari pandan lamper samapai Pasar Pedurungan. Kalau Sukanya ada orang yang beli banyak dan kenal orang," ujar Nurdiyanto kepada tribunjateng.com, Sabtu (14/1).

Tak hanya itu, bisnis kopi yang saat ini telah merajalela di kota besar, menjadikan persaingan bisnis tersebut semakin ketat.

Ia mengungkapkan bila penjualan kopinya saat ini tak se ramai dulu. Saat ini Nurdiyanto mengaku hanya bisa menjual kopi dua sampai tiga kilogram per hari.

"Dulu sehari bisa lima Kilogram (jualnya) sekarang dua, tiga Kilogram sudah susah," ungkapnya.

Kendati demikian Nurdiyanto tetap bersukur, pasalnya kopi yang ia jual masih diminati oleh konsumenya.

"Pelanggan, ada yang dari cafe, atau semi caffe kayak angkringan yang kebanyakan jual kopi klotok," ungkapnya.

Berita sebelumnya, Nurdiyanto (55) seorang warga perantauan asal Kabupaten Kebumen, mengaku telah berjualan kopi nusantara di Kota Semarang sejak tahun 1991.

"Dari 1991 mulai aktif sendiri (jualan kopi), dulunya sih jalan sama bapak saya dari tahun 1986 di Semarang, dulu di pasar Gayam, pindah ke Pasar Pedurungan 1998," jelasnya.

Cara ia mengolah dan menjual kopinya ini pun tidak berubah, dari dulu samapai sekarang, yakni dengan cara mengiling biji kopi yang telah diroasting mengunakan alat tradisonal yang ia pasang di sepeda ontelnya.

"Cuman digiling saja (biji kopinya),"

"(Sistem jualanya dari dulu ) kayak gini, kalau dulu pakai takeran dan cara memasarkannya seperti biasa, dor to dor (dari pintu ke pintu)," ujarnya.

Nurdiyanto menjual kopinya dalam bentuk biji dan serbuk, ia tidak menjual kopi dalam bentuk seduhan.

Bisnis kopi yang merajalela membuat persaingan bisnis tersebut semakin ketat.

Oleh sebab itu, ia pun melakuakan berbagai cara, seperti menambah produk kopi.

"Kalau sekarang kita harus pintar - pintar cari kopi yang beracam macam, soalnya sekarang orang mintanya macam macam, kalau dulu cuma satu kopi saja," ungkapnya.

Kopi yang dia jual saat ini yaitu jenis robusta dan arabika.

"Robustanya ada 4, robusta lampung, robusta medan, robusta toraja, sama kopi lanang Banjarnegara," bebernya.

Harga kopinya pun beragam, mulai dari Rp10 ribu hingga Rp 35 ribu.

"Paling murah kopi lampung harngaya satu ons-nya 10 ribu, terus kopi medan 12 ribu, toraja 14 ribu, kopi lanang 17 ribu, kalau kopi arabica 35 ribu," jelasnya.

Dari dulu, Nurdiayanto menjual produk kopinya berkeliling dengan sepeda ontel ke sejumlah tempat di Kota Semarang dan satand by di kios kecil yang ada di Pasar Pedurungan.

"Kalau hari senin muternya dari Tirtoyoso, Bugangan dan Pedurungan, kalau hari selasa, Sompok, Peterongan, Cempedak, hari sabtu, Medoho, Patiunus, Bintoro," terangnya.

"Kalau hari rabu sama sabtu di masjid gajah depan pabrik sandratek, Masjid Al Mutaqin, kalau hari senin, selasa, kamis dan jumat Masjid Al Muntohar Titoyoso Gang 4 ," sambungnya.

Saat mangkal di beberapa tempat yang telah disebutkan diatas, ia mengaku pasti bertemu dengan pelanganya.

"Iya, ketemu pelanggan udah pasti, kadang beli kadang enggak," ucapnya.

"Kalau dapat pelangan banyak biasanya habis solat asar," imbuhnya.

Ia mengungkapkan bila penjualan kopinya saat ini tak se ramai yang dulu. Saat ini ia hanya bisa menjual kopinya dua sampai tiga kilogram per hari dan itupun susah.

"Dulu sehari bisa lima Kilogram (jualnya) sekarang dua, tiga Kilogram sudah susah," ungkapnya.

Kendati demikian ia tetap bersukur masih diberi kelancaran rezeki.

"Saya percaya saja allah akan memberikan rezeki," tegasnya.

Pria yang saat ini tingal di Pondok Boro, Kecamatan Semarang Tengah, itu pun mengaku bahwa saat ini yang jualan kopi nusantara seperti itu telah sedikit.

Dirinya menyebut dulunya banyak warga dari satu daerahnya yang jualan kopi asli di Kota Semarang.

"Dulu banyak orang sekampung jualan kopi, cuman sekarang tingal 2. Yang masih saya, sama teman saya, semua di tinggal Pondok Boro," bebernya.

Di era yang serba digital ini, sebenarnya Nurdiynto ingin menjual kopinya secara online, namun karena tidak ada yang mengajari tentang hal itu, hingga kini ia masih tetap berjualan secara konvensional.

"Jane kepikiran sih, (jualan online) cuman belum sampai, kalau bisa sebenarnya pingin," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved