Fokus
Fokus : Susahnya Jadi Anak Zaman Sekarang
Sepekan terakhir, kabar adanya penculikan anak membuat orangtua cemas dan waswas. Terutama, saat mereka harus melepas buah hati ke sekolah
Penulis: rika irawati | Editor: Catur waskito Edy
Oleh Rika Irawati
Wartawan Tribun Jateng
Sepekan terakhir, kabar adanya penculikan anak membuat orangtua cemas dan waswas. Terutama, saat mereka harus melepas buah hati ke sekolah.
Anak-anak ini menjadi incaran para penculik saat pulang sekolah. Begitu narasi yang beredar dalam unggahan-unggahan di media sosial.
Kabar adanya penculikan anak pun tak hanya terjadi di satu wilayah. Namun, kasus ini mencuat di beberapa daerah di Jawa Tengah. Ini membuat orangtua makin khawatir akan keselamatan anak.
Di banyak daerah, polisi setempat memastikan, unggahan terkait dugaan upaya penculikan anak, dipastikan hoaks.
Namun, ada juga yang akhirnya didalami karena adanya korban dan saksi. Semisal di Jepara dan Kota Semarang.
Di Jepara, dua anak mengaku nyaris menjadi korban penculikan. Keduanya memiliki kesamaan, siswa SD dan bertemu calon penculik saat pulang sekolah. Yang satu diiming-imingi permen, sementara seorang lagi handphone.
Di Kota Semarang, penculikan terjadi sore hari saat calon korban pulang dari warung. Dalam perjalanan ke rumah, calon korban yang juga masih SD, dihampiri pengendara motor yang diduga akan menculiknya.
Lantaran tak kenal, bocah ini berteriak dan mendapat pertolongan dari seorang ibu yang tak jauh dari lokasi. Terduga penculik pun kabur.
Maraknya penculikan anak ini menambah daftar bagaimana anak rentan menjadi korban kejahatan. Sebelumnya, mencuat kasus anak sebagai korban pemerkosaan dan sodomi. Yang membuat miris, pelaku adalah orang terdekat, yakni ayah, teman, guru ngaji, atau tetangga.
Tak hanya dari luar, ketidakmampuan anak mengendalikan diri (faktor internal), juga dapat membuat mereka menjadi korban.
Misalnya, kecanduan gadget yang membuat anak dan remaja mengalami depresi dan harus mendapat perawatan kejiwaan. Seperti yang terjadi di Pati. Anak-anak tersebut kecanduan gadget untuk bermain gim daring, bahkan nonton konten porno.
Meski tidak bisa dibilang sebagai kasus kejahatan tapi di sini, anak juga menjadi korban. Mereka harus kehilangan masa tumbuh kembang dengan menjalani perawatan dan pengobatan.
Di tingkat remaja, terutama dalam masa transisi usia menuju dewasa tanggung, mereka harus menghadapi lingkungan yang tidak semuanya sehat. Hingga akhirnya, mereka mudah diprovokasi melakukan tawuran atau pengeroyokan. Yang membuat miris, mereka tak segan menggunakan senjata tajam. Seolah, nyawa tak begitu berharga di mata mereka.
Yang tak kalah berat dari fakta-fakta ini, tentu saja beban dan tanggung jawab orangtua. Tak gampang mendidik anak agar selalu dalam kondisi aman dan 'lurus' di tengah berbagai tantangan serta perkembangan zaman. Kesiapan mental dan materi tak menjamin mereka tak kecolongan.
Namun, apakah kemudian kita harus menyerah? Tentu saja tidak. Calon dan orangtua harus terus bersemangat mendidik dan memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Sementara lingkungan, juga harus menjalankan peran menciptakan suasana aman bagi anak-anak.
Dan pemerintah, membuat sistem dan terus mengawal penerapannya berjalan baik sesuai tujuan. Karena kejahatan akan selalu ada, sepatutnya kita bergotong-royong menciptakan rumah aman bagi anak-anak kita. (*)
Baca juga: Seorang Hakim Pengadilan Agama Dipecat karena Terlibat Asmara dengan Pemohon Cerai
Baca juga: Sebelum Tewas, Pemandu Lagu yang Dianiaya Pacar di Purwokerto Sempat Dicabuli dalam Keadaan Pingsan
Baca juga: Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran Informatika Berbasis Kolaboratif