Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Fenomena Rokok SKT Makin Diminati Ketimbang SKM, Ketua PPRK: Akibat Kenaikan Tarif Cukai

Kenaikan tarif cukai mengakibatkan pergeseran konsumen dari mengonsumsi Sigaret Kretek Mesin (SKM) ke Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/RIFQI GOZALI
Hasil produksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus. 

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Ketua Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), Agus Sarjono menyebutkan, kenaikan tarif cukai mengakibatkan pergeseran konsumen dari mengonsumsi Sigaret Kretek Mesin (SKM) ke Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Hal inilah yang kemudian membuat sejumlah perusahaan rokok di Kudus yang masih setia memproduksi SKT juga melakukan penambahan tenaga kerja.

“Silakan kalau lihat di Kudus ada beberapa baliho besar yang berisi lowongan pekerjaan di perusahaan rokok sebagai tenaga pelinting."

"Kekurangan produk SKT kan tidak bisa diciptakan, kan itu harus dilatih."

"Kan itu memang menggunakan keahlian manusia, kalau SKM memakai mesin tingga menambah mesin saja,” kata Agus Sarjono kepada Tribunjateng.com, Kamis (4/1/2024).

Baca juga: Mahasiswi di Kudus Ini Sukses Bikin Yoghurt dari Tangkai Cabai, Raih Apresiasi di Ajang BFC

Baca juga: Pemkab Kudus Siapkan Gedung Produksi Sigaret Kretek Mesin

Pergeseran prevalensi konsumsi dari SKM ke SKT salah satunya dipengaruhi oleh kenaikan tarif cukai.

Dia mencontohkan ketika konsumen rokok di tahap awal akan mengonsumsi rokok mild yang notabene SKM.

Pola itu dipengaruhi karena konsumsi rokok bisa masuk dalam klasifikasi gaya hidup.

Seiring dengan semakin melonjaknya harga karena pengaruh kebijakan kenaikan tarif cukai, akhirnya rokok mild ditinggalkan dan konsumen beralih ke rokok SKT.

“Pada akhirnya mereka realistis kalau ikut mode seimbang apa tidak dengan pendapatan, akhirnya menurunkan level gengsinya ya sudahlah kenapa ikut mode terus,” kata Agus.

Kenaikan tarif cukai yang telah diputuskan sejak 2022 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2022 menurut Agus tidak merata pada seluruh golongan produksi rokok.

Misalnya untuk SKM dengan golongan I memiliki kenaikan lebih tinggi persentasenya dibanding SKT.

Dalam aturan tersebut SKM golongan I pada 2023 dijual dengan harga paling rendah per batang yaitu Rp 2.055, kemudian pada 2024 harga paling rendah menjadi Rp 2.260 per batang.

Baca juga: PAD Pasar Tradisional Kudus 2023 Senilai Rp 10,5 M, Terbanyak Pasar Kliwon Rp 5,1 M

Baca juga: Respons Pelaku Usaha Rokok di Kudus Atas Kenaikan Cukai, Ada Potensi Pembeli Beralih ke Rokok Ilegal

Sedangkan untuk SKT golongan III harganya paling rendah pada 2024 sebesar Rp 725.

“Perbedaan kenaikan tarif berdasarkan klasifikasi itulah yang menurut saya upaya untuk tetap melindungi peluang kerja (tenaga SKT)."

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved