Nasional
Wamentan Minta Aturan Disederhanakan, Distribusi Pupuk Bersubsidi Langsung ke Petani
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Republik Indonesia, Sudaryono berkomitmen untuk mempermudah proses pendistribusian pupuk bersubsidi.
TRIBUNJATENG.COM – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Republik Indonesia, Sudaryono berkomitmen untuk mempermudah proses pendistribusian pupuk bersubsidi guna mewujudkan swsembada pangan seperti yang menjadi fokus Kabinet Merah Putih di bawah kepeminpinan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menggodok Peraturan Presiden (Perpres) sebagai pengganti banyaknya peraturan yang selama ini mengatur tata kelola kebijakan pupuk bersubsidi.
Baca juga: Wamentan Sudaryono Wanti-wanti Peternak Sapi Perah Lokal Nakal Campurkan Susu dan Air
Baca juga: Wamentan: Industri Harus Beli Susu dari Lokal, Oknum Peternak Nakal Ditindak Pidana
Hal ini diungkapkan Wamentan saat menjadi pembicara kunci (keynote speaker) di acara "Muktamar Ilmu Pengetahuan Kedua 2024" yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, di Surakarta, Sabtu (7/12/2024).
"Pupuk bersubsidi itu yang turut mengatur 12 Kementerian dan ada 145 aturan. Belum lagi birokrasinya yang berjenjang," ujar Wamentan.
Ia pun menjelaskan, sebelumnya atau di tahun 2024, Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) pupuk bersubsidi diusulkan dari tingkat paling bawah, yaitu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) ke Dinas Pertanian Kabupaten/Kota melalui Penyuluh yang ada di masing-masing daerah. RDKK tersebut didata di Dinas Pertanian, dan kemudian dilaporkan ke Bupati/Walikota. Pimpinan yang ada di Kabupaten/Kota inilah selanjutnya mengirim usulan ke Gubernur dan diajukan ke Kementerian Pertanian (Kementan).
Setelah alokasi pupuk bersubsidi disetujui Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Kementan mengirimkan SK ke Gubernur yang kemudian di-breakdown. Gubernur selanjutnya membuat SK yang dikirim ke Kabupaten/Kota dan menjadi dasar pembuatan SK oleh Bupati/Walikota. SK Bupati/Walikota inilah yang menjadi dasar untuk penyaluran pupuk bersubsidi.
"Surat Keputusannya belum sampai, petani sudah panen. Artinya selama semester pertama, Januari sampai Juni, petani di Kabupaten/Kota itu tidak mendapatkan pupuk sama sekali, karena SK saja belum selesai," ungkap Wamentan.
"Makanya selalu ‘ga ada pupuk pak, ga ada pupuk pak’. Padahal kuotanya ada, pupuknya cukup, tapi ga nyampai. Bahkan karena perlu SK dan lain-lainnya itu, sudah tengah tahun SK-nya belum selesai," imbuhnya.
Untuk itu, tambahnya, Pemerintah akan menyederhanakan regulasi tersebut. Sehingga pupuk bersubsidi sudah bisa didapatkan petani saat dibutuhkan atau di awal tahun.
"Keruwetan ini semua kemudian dipangkas, disederhanakan. (Setelah alokasi ditetapkan Pemerintah bersama DPR, Ref) Dari pabrik langsung ke Gapoktan/Pengecer dan Petani. Tidak pakai (SK, Red) kesana kemari. Dipastikan kita bersiap, dimulai dengan tahun tahun 2025 nanti tanggal 1 Januari 2025 sistem itu akan diberlakukan secepat mungkin," kata Wamentan.
Terakhir, ia juga memastikan ada perubahan dalam birokrasi di Penyuluh. Jika selama ini Penyuluh di bawah instruksi Bupati/Walikota dan Gubernur, tahun depan akan langsung di bawah instruksi Kementan.
"Penyuluh yang selama ini dikomando oleh Bupati dan Gubernur. Nantinya ditarik Kementerian Pertanian satu komando. Ketahanan pangan ini sangat vital, sehingga tidak bisa ditawar dan harus satu komando. Yang lain tinggal melaksanakan," ujar Wamentan. (*)
Inilah Sosok Mulyono, Alumni Fakultas Kehutanan UGM yang Sering Dikaitkan Dengan Jokowi |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Perintahkan Gibran Berkantor di Papua |
![]() |
---|
Rumput Laut Jepara akan Dikembangkan Jadi Suplemen Antidiabetik |
![]() |
---|
Cegah Aksi Pencucian Uang, Bank yang Laporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan Dapat Penghargaan |
![]() |
---|
Nasib Nelayan di Indonesia Harga Jaring Capai Miliaran, BBM Mahal, dan Bantuan Tak Sampai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.