Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pati

Sengketa Lahan Pundenrejo Masih Buntu, Pakar: Negara Gagal Lindungi Petani

Polemik lahan Pundenrejo terus berlanjut. Pakar hukum sebut negara gagal wujudkan UU Agraria. Petani desak pemerintah beri keadilan.

TribunJateng.com/Mazka Hauzan Naufal
JERITAN PETANI - Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) menggelar konferensi pers di Kantor Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Teratai, Pati, Selasa (22/7/2025). Mereka mengeluhkan tak berujungnya kasus sengketa lahan di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu. 

TRIBUNJATENG.COM, PATI – Pakar hukum di Kabupaten Pati, Nimerodi Gulo, menilai bahwa kasus sengketa lahan di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, menunjukkan bahwa negara telah gagal mewujudkan ide dasar undang-undang untuk menyejahterakan petani.

Menurut Gulo, Undang-Undang Dasar (UUD) dan UU Agraria mengamanatkan negara untuk menyediakan lahan bagi petani miskin yang tidak memiliki lahan garapan.

“Itu legal dan dijamin secara konstitusional. Tapi sampai saat ini ternyata negara gagal mewujudkan ide dasar yang ada di dalam UUD itu, karena kegagalan itulah maka petani Pundenrejo berusaha bersama-sama mengingatkan kembali negara sebagai pemegang kekuasaan agar mereka diberi hak-haknya, yaitu hak lahan garapan yang kebetulan tanah itu saat ini dalam penguasaan PT LPI (Laju Perdana Indah/Pabrik Gula Pakis Baru-red.),” kata dia pada TribunJateng.com di kantor Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Teratai, Rabu (23/7/2025).

Gulo menyebut, lahan yang jadi objek persengketaan itu dahulu merupakan milik warga setempat. Namun, kini lahan tersebut dikuasai oleh korporasi.

“Karena kekuasaan tak terkontrol sejak zaman orde baru, akhirnya lahan itu dikuasai pengusaha. Tanah itu sudah habis masa HGU-nya sejak September 2024, secara hukum tanah itu harus kembali di bawah penguasaan negara,” jelas dia.

Dia mengatakan, kata penguasaan di sini bukan berarti memiliki, melainkan dimaknai bahwa negara berkewajiban mengambil alih tanah terlantar untuk dibagikan kepada warga negara yang berprofesi sebagai petani dalam rangka menjamin hak warga tani.

“Petani wajib diberi lahan oleh negara, terutama bagi mereka yang tidak mampu,” ucap Gulo.

Dia mengatakan, beberapa bulan lalu PT LPI yang secara hukum sudah tidak lagi memiliki hak atas tanah di Pundenrejo tersebut melakukan kekerasan fisik berupa pengrusakan rumah warga.

Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) sudah melaporkannya ke Polresta Pati. Namun, menurut Gulo, laporan itu tidak ditangani secara serius oleh Polresta Pati.

“Polisi justru menanggapi laporan LPI terhadap warga yang katanya melakukan perusakan tanaman tebu. Padahal tanaman itu ilegal dan berada di atas lahan yang bukan milik PT LPI,” tandas dia.

Salah satu anggota Germapun, Sarmin, menyesalkan adanya pembiaran terhadap intimidasi yang diterima oleh petani.

“Katanya kedaulatan di tangan rakyat? Aparat penegak hukum dan pemerintah adalah pelayan rakyat? Tapi seperti ini. Kami memperjuangkan keadilan, saya minta pemerintah memikirkan kami dan bisa memperjuangkan kami,” jelas dia.

Sarmin mengatakan, tanah di Pundenrejo yang dikuasai oleh PT LPI merupakan tanah turun temurun peninggalan nenek moyang.

“Tanah itu dulunya dirampas Belanda, makanya hari ini kami perjuangkan agar kembali untuk kepentingan hidup dan masa depan kami,” ujar dia.

Anggota Germapun lainnya, Muhammad, mengaku hingga kini terus mengalami teror dan intimidasi. Menurutnya, intimidasi itu dimaksudkan untuk mengganggu perjuangan petani Pundenrejo.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved