UIN SAIZU Purwokerto
Abolisi dan Amnesti dalam Politik Hukum Studi Kasus Hasto, dan Tom Lembong
Abolisi dan Amnesti dalam Politik Hukum Studi Kasus Hasto, dan Tom Lembong
Oleh : Akademisi UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy.
Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong menimbulkan perdebatan luas di kalangan publik dan akademisi.
Apakah keputusan ini sah secara konstitusional? Apa makna abolisi dan amnesti dalam kerangka hukum dan etika bernegara? Dan bagaimana perspektif Islam, khususnya siyasah syar’iyyah, memandang hal ini?
Makna Hukum Abolisi dan Amnesti
Dalam sistem hukum Indonesia, amnesti dan abolisi adalah hak konstitusional presiden yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945. Amnesti berarti pengampunan kolektif terhadap tindak pidana yang dilakukan, umumnya bermuatan politis.
Sementara abolisi adalah penghapusan proses hukum terhadap seseorang yang belum memperoleh putusan pengadilan, biasanya dengan alasan pertimbangan kemaslahatan negara dan keadilan sosial.
Dalam kasus ini, Hasto telah divonis bersalah namun dianggap layak mendapat amnesti karena pertimbangan politik dan rekonsiliasi nasional.
Adapun Tom Lembong, yang tengah menjalani proses hukum dalam kasus impor gula, memperoleh abolisi karena dinilai memiliki kontribusi dan prestasi dalam dunia perdagangan dan investasi.
Landasan Hukum dan Tata Cara
hak presiden untuk memberikan abolisi memiliki landasan hukum yang kuat:
• Pasal 14 Ayat (2) UUD 1945: Presiden memberi abolisi dengan pertimbangan DPR.
• UU Darurat No. 11 Tahun 1954: Presiden berwenang memberikan amnesti dan abolisi demi kepentingan negara, dengan nasihat Mahkamah Agung.
• Keppres No. 22 Tahun 2005: Digunakan sebagai preseden saat pemberian abolisi kepada anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Dengan demikian, keputusan Prabowo telah melalui mekanisme formal: permohonan ke DPR, persetujuan, dan pertimbangan politis yang mencerminkan kehendak rekonsiliasi nasional.
Perspektif Siyasah Syar’iyyah
Dalam kerangka siyasah syar’iyyah ilmu tata negara dalam Islam abolisi memiliki nilai strategis. Fiqih siyasah memandang bahwa penguasa atau khalifah memiliki kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan yang bertujuan menjaga kemaslahatan umum (mashalih al-‘ammah), bahkan jika itu menyimpang dari prosedur formal selama tidak melanggar syariat.
Sebagaimana ditegaskan dalam skripsi tersebut, “abolisi dalam perspektif siyasah sangat mengedepankan kepentingan umat suatu negara, sehingga pertahanan dan keamanan negara bisa terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.”
Artinya, Presiden sebagai pemimpin sah menurut sistem demokrasi memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas dan rekonsiliasi nasional. Ketika proses hukum justru berpotensi memperuncing polarisasi atau mengancam stabilitas politik, maka abolisi menjadi alat yang sah dan syar’i untuk menengahi.
| 2 Dosen UIN Saizu Jadi Presenter di AICIS+ 2025, Angkat Isu Energi Terbarukan Berbasis Nilai Qur’ani |
|
|---|
| Pesantren Hijau: Membumikan Ekoteologi dalam Budaya Santri |
|
|---|
| Mahasiswi Pascasarjana UIN Saizu Torehkan Prestasi Internasional di AICIS+ 2025 |
|
|---|
| Rektor UIN Saizu Jadi Pembahas pada Sesi Paralel AICIS 2025: Bahas Hukum Islam dan Isu Gender |
|
|---|
| Rakor Humas PTKIN 2025 Digelar di Tengah AICIS: Momentum Penguatan Citra Kampus Islam |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/Muhammad-Ash-Shiddiqy-Akademisi-UIN-Saizu.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.