Berita Kudus
Kepedulian dan Interaksi Sosial yang Intens Mampu Cegah Tindak Terorisme
Kepedulian dan interaksi sosial menjadi salah satu ukuran apakah seseorang terpapar paham radikal atau bahkan terlibat dengan jaringan terorisme.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Kepedulian dan interaksi sosial menjadi salah satu ukuran apakah seseorang terpapar paham radikal atau bahkan terlibat dengan jaringan terorisme.
Sebab, sebagian besar mereka yang terlibat dengan jaringan terorisme jarang berinteraksi dengan tetangga sekitar secara intens.
“Maka kepedulian masyarakat untuk melakukan pendampingan dan minimal melaporkan jika ada yang mencurigakan menjadi salah satu upaya pencegahan terjadinya tindak terorisme,” ujar Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kolonel CZi Rahmad Suhendro di Balai Desa Getaspejaten, Rabu (21/6/2023).
Dalam kesempatan itu, Rahmad menegaskan bahwa kearifan lokal masyarakat bisa menjadi salah satu upaya pencegahan terjadinya tindak terorisme termasuk upaya pencegahan penyebaran.
Di antara kearifan yang bisa dipupuk agar tindak terorisme tidak kian meluas yakni dengan menggelorakan kepedulian antarsesama dan menguatkan interaksi sosial secara intens.
“Makanya saya ingin warga yang ada di desa jangan sampai berubah saat berada di kota. Di kota itu dengan sebelahan rumah tidak kenal. Ini lebih mudah jaringan terorisme masuk,” katanya.
Kemudian, katanya, terorisme merupakan kejahatan luar biasa dan melanggar hak asasi manusia. Dan kebanyakan yang terjadi atas aksi terorisme mengatasnamakan agama.
Bagi Rahmad hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Tidak ada ajaran agama yang menganjurkan untuk merusak atau mengganggu kehidupan masyarakat.
“Dan mereka mengaku paling benar dan baik dalam menjalankan agama,” kata dia.
Dengan mengaku paling benar dan baik dalam praktik beragama tersebut bisa memunculkan sikap intoleran dan radikal. Sikap itulah yang kemudian jika diteruskan akan berujung pada tindakan terorisme.
Sementara itu Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah Syamsul Ma’arif mengatakan, kearifan lokal yang saat ini sudah berlangsung di tengah masyarakat sudah selayaknya dijaga.
Kearifan tersebut di antaranya hasil dari rekayasa sosial para penyebar agama masa lalu agar masyarakat tetap rukun tanpa ada yang merasa disakiti.
“Misalnya di Kudus itu tidak boleh menyembelih sapi, sebenarnya itu kan bagian dari rekayasa sosial agar umat yang menyucikan sapi tidak merasa tersinggung,” kata Syamsul.
Ajaran yang ada di tengah masyarakat berupa kearifan lokal tersebut sudah selayaknya direvitalisasi. Jangan sampai ajaran tersebut hilang. Dia menilai, kearifan lokal tersebut bisa menjadi tali pengikat atas ancaman segregasi sosial. (goz)
Baca juga: Polres Tegal Gelar Apel Satkamling untuk Konsolidasi Jelang Pemilu Serentak 2024
Baca juga: Laris di Pasaran, Emak-emak di Batang Kembangkan Usaha Kerupuk Usek, Dimasak Pakai Pasir Pantai
Baca juga: Didominasi 85 Persen Lansia, Ratusan Jamaah Haji Blora Diberangkatkan 4 Kloter
Baca juga: Syahnaz dan Rendy Kjaernett Diisukan Selingkuh, Netizen Sebut Gaya Typing di Chat Seperti ABG Alay
Kondisi Terkini 2 Pelajar Kecelakaan di Jalan Pantura Kudus-Pati, Mengalami Penurunan Kesadaran |
![]() |
---|
Pemkab Kudus Lelang Barang Bekas, Mulai dari Mobil Ambulans, Motor, Sampai Buldoser |
![]() |
---|
Terima Kasih Mbah Reni Kudus Akhirnya Punya Septic Tank, Bertahun-tahun Dibuang Langsung ke Sungai |
![]() |
---|
32 Unit CCTV Dipasang Antisipasi Pencurian di Pasar Brayung Kudus |
![]() |
---|
Kisah 42 Tahun Warno Asal Kudus Bekerja Cuma Gunakan 1 Kaki: Kami Hidup Harus Semangat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.