Demonstrasi di Semarang
Polisi Polda Jateng Diduga Salah Tangkap, Wanita Beli Es, Anak SD, Hingga Tunarungu Digelandang
Polda Jawa Tengah diduga melakukan salah tangkap dalam melakukan sweeping terhadap para pengguna jalan di Jalan Pahlawan.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Polda Jawa Tengah diduga melakukan salah tangkap dalam melakukan sweeping terhadap para pengguna jalan di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Sabtu (30/8/2025) lalu.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Layanan Advokasi untuk Keadilan dan HAM (LRC-KJHAM) Witi Muntari yang melakukan pendampingan terhadap para korban.
"Kami menjumpai ada tiga perempuan ditangkap padahal mereka tidak jadi peserta aksi, hanya ingin melihat. Mereka hanya beli es teh di sekitar lokasi kejadian lalu ditangkap polisi," terang Witi, Kota Semarang, Senin (1/9/2025).
Para korban tersebut juga telah bersikeras memberikan keterangan kepada para polisi yang menangkapnya bahwa Mereka tidak ikut aksi demonstrasi.
Baca juga: Kronologi Mahasiswa Unnes Tewas Usai Aksi di Polda Jateng, Bermula Jemput Teman yang Ditahan Polisi
Baca juga: Diduga Hendak Demo dan Anarkis, Belasan Pelajar di Blora Ditangkap Polisi
"Namun, polisi tetap menangkapnya," sambung Witi.
Menurut Witi, jumlah anak-anak yang ditangkap oleh Polda Jateng dalam penangkapan tersebut sebanyak 200 anak dari total sebanyak 400an orang yang ditangkap.
"Anak-anak itu dari SD hingga SMA. Ada Disabilitas tuli dan disabilitas wicara yang ikut ditangkap," paparnya.
Meskipun telah dibebaskan, LRC-KJHAM menemukan ada anak SD yang ikut ditangkap polisi mengalami trauma berat.
"Ada Anak SD alami trauma, dia ngomong sendiri dan terus menangis pada saat ditangkap.
Kami menghubungi psikolog untuk menangani anak tersebut," bebernya.
Sementara Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang Ahmad Syamsuddin Arief menjelaskan, ada beberapa indikasi polisi melakukan dugaan tindakan salah tangkap yakni penangkapan dilakukan secara acak.
"Kemudian tidak ada surat penangkapan dan penahanan," bebernya.
Selepas ditangkap, para korban yang mayoritas anak juga ditahan lebih dari 1x24 jam.
"Mereka yang masih anak-anak ditangkap dengan tangan terikat di belakang, diduga alami kekerasan tanpa akses kesehatan yang tidak jelas," ungkapnya.
Selain ditangkap, para anak malah dituding sebagai kelompok Anarko. Stigma polisi terhadap Anarko adalah biang kerusuhan. Arief menilai, narasi itu hanyalah akal-akalan polisi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.