Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Menghitung Untung Rugi Tawaran Damai, Rekonsiliasi Kasus Kriminalisasi Warga Pati Jauh dari Sepakat

Tim Advokasi Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) menyebut proses rekonsiliasi kasus kriminalisasi warga Pati masih jauh dari titik temu.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG/Mazka Hauzan Naufal
JADI TERSANGKA - Dua pentolan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB), Supriyono alias Botok (kiri) dan Teguh Istiyanto (kanan), ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian atas kasus pemblokiran Jalan Pantura Pati-Rembang pada Jumat (31/10/2025). Terhitung sejak Sabtu (1/11/2025), mereka ditahan di Polda Jateng. 

“Ketika penegakan hukum dipilih secara selektif berupa menuntut pasal yang memberi kesempatan penahanan padahal alternatif administratif mungkin sudah cukup dan disertai tawaran perdamaian yang mewajibkan pelepasan hak konstitusional, itu menunjukkan pola penegakan yang memanfaatkan hukum sebagai alat politik untuk melemahkan gerakan,” tuturnya.

Theo memberikan gambaran ketika  tawaran damai berupa restorative justice disambut dengan tangan terbuka maka konsekuensinya berupa positif secara pragmatis. Artinya, perkara yang menjerat  pentolan AMPB maupun warga lainnya yang ditangkap perkaranya bisa dihentikan atau tidak dilanjutkan.

Mereka juga terhindar dari penahanan dan catatan perkara yang panjang, dan kedua belah pihak memperoleh penyelesaian kasus secara cepat.

Namun dari perspektif Hukum Tata Negara terdapat  resiko serius jika persetujuan itu mengandung syarat yang mengekang hak konstitusional semisal dalam  konteks ini tidak boleh demo lagi atau diperoleh tapi di bawah tekanan.

“Menyetujui syarat semacam itu bisa berarti warga melepaskan secara de facto kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat yang dilindungi UUD 1945,” ungkapnya.

Sebaliknya, lanjut Theo,  manakala tawaran damai ditolak risiko praktisnya adalah proses pidana berlanjut.    Jika terbukti bersalah, sanksi pidana dan catatan kriminal menanti.

Namun penolakan berdamai membuka peluang untuk menegakkan prinsip hukum secara formal.

Mekanisme ini bakal berlanjut ke proses peradilan yang memungkinkan pengujian proporsionalitas tindakan aparat, pengujian bukti melalui mekanisme praperadilan atau persidangan.

“Ada pula kemungkinan putusan yang menguatkan hak berkumpul bila aparat bertindak berlebihan,” bebernya.

Kill the Messagers

Koordinator Kaukus Advokat Progresif Indonesia (KAPI) Nasrul Dongoran menjelaskan, penangkapan dua pentolan AMPB yang melakukan demonstrasi menentang kebijakan Bupati Sudewo merupakan tindakan Kill the Messengers, artinya orang yang paling vokal bersuara tentang keresahan warga Pati dibungkam untuk tidak bicara banyak lagi. Mereka dibungkam dengan tujuan untuk mematikan gerakan.

“Jadi penyampai pesannya itu langsung di bungkam dalam perkara ini. Karena kami melihat  mereka itu kan juru bicara dari gerakan.Nah, untuk mematikan gerakan itu akhirnya juru bicaranya  sekarang dibungkam melalui kriminalisasi,” katanya kepada Tribun.

Dalam kasus ini, menurut Nasrul, polisi tidak perlu melakukan tindakan berlebihan dengan melakukan penangkapan.

Sebab, aksi warga tersebut merupakan bagian dari kebebasan berpendapat sesuai yang diatur dalam Undang-undang.

Sayangnya, lanjut Nasrul, polisi justru menjerat para pentolan AMPB dengan Pasal 192 ayat (1) KUHP tentang menghalangi jalan,

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved